Saat hendak berbuka, pikiranku ditarik kenangan. Oleh separuh nasi diatas piring seng putih.
Diatas piring itu menunggu haru, suara yang bertalu kelu. Maklum, permukaannya hanya terisi separuh, seperti menyisakan secuil pesan ibu: "Makan seadanya, lauknya kerupuk."
Aku mengangguk segera, supaya air mata lekas menenggelamkan lapar dan dahaga. Tapi, kata bapak: "Anak laki-laki tidak boleh cengeng."
Ingatan itu terus membesarkan jiwaku. Mendidikku dalam rantau yang memisahkan duniaku dengan ketiadaan ibu bapakku.Â
Seandainya keduanya masih hidup, ingin kukhayalkan sebait kata kepada mereka: "Piring seng putih itu mungkin sudah berkarat di pinggirnya sebab terkena tangis airmataku, tapi kekayaan hati tak pernah berkarat hanya karena menjadi orang pinggiran."
SINGOSARI, 13 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H