Burung-burung mencuit:
"Beri arti cuitan kami untuk semesta alam. Bukan untuk saling dendam"
Di media sosial, pemilik akun beranggapan:
"Kenali manusia dari cuitannya, bukan dari kepribadiannya. Sebab, burung semakin langka, tak ada budi pekerti yang sanggup membangun sarang di pohon cinta."
Pembaca cuitan:
"Burung mencuit, manusialah yang mengubahnya menjadi tulisan"
Kata-kata bergelimpangan, mereka berdarah-darah usai disayat pemilik akun di media sosial. Kulihat burung gagak mematuk kata-kata, hingga tak tersisa bangkainya. Perdebatan dan perang kata terus menjadi cuitan yang semakin raksasa.Â
Semua manusia akhirnya tahu, bahwa untuk melawan harus mencuit dulu, bahwa untuk menjadi besar harus pandai mencuit dulu.
Manusia mencuit, bertengger diatas sindiran, terkurung dalam perjumpaan, menunggu ulat menjadi santapan.
SINGOSARI, 14 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H