Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matinya Lelaki Posesif dan Pesimis

3 Januari 2021   14:29 Diperbarui: 3 Januari 2021   14:55 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cheaperthandirt.com

Tak ada yang menyangka dari stalking akun instagram akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih, resmi pacaran. Lagi pula teman-teman Nora mendukung semua. Cinta kadangkala seperti hujan, bukan derasnya yang dibenci, tapi waktu jadian dengan Arman, semua jemuran Nora sudah diangkat Tami, teman satu kamar yang setia mendukung jadian Nora melawan Arman.

Maka, Tami membiarkan Nora menemui Arman di ruang tamu. Kira-kira ini kunjungan ke dua belas kalinya setelah sebelumnya Arman mentraktir teman-teman satu kontrakan membelikan bakso Kang Dul yang asli daging sapi. Bahkan Arman juga pernah pesan makanan melalui aplikasi online untuk perayaan ulang tahunnya. Penghuni kontrakan akhirnya menjadi senang. Arman dibiarkan jadian dengan Nora.

Padahal sejatinya siapa yang tak kenal Nora? ya tentu orang-orang diluar kontrakan. Jelaslah. Gimana sih? Nggak begitu, sebenarnya Nora itu perempuan yang baru putus pacar. Hanya saja, seluruh teman-temannya mendukung untuk segera mencari pengganti. Mengapa? tidak perlu bertanya mengapa jika setiap perempuan itu sudah bosan dengan curhatan Nora. Bilang tidak mau tapi selalu menyebut namanya. Bilang pasrah tapi cerita kenangan di tempat-tempat instagramable.

-----*****-----

"Aku balik besok sayang, jemput di stasiun ya" pesan Nora di ponsel Arman. Nampak sekali binar bahagia wajah Arman. Bertemu kekasih adalah keindahan yang hanya bisa dijumpai saat usia pacaran masih belia. Tak ada yang mampu menggantikan, walau dengan uang sekoper. Jangankan panas terik, badai hujan yang menumbangkan pohon-pohon besar saja tak ada artinya ketika kekasih minta dijemput.

Melesatlah Arman melebih kecepatan jam dinding. Kereta api diperkirakan tiba pukul dua siang. Namun, Arman sudah duduk menunggu sejak jam satu siang. Satu jam sebelumnya. Apa coba yang membuatnya seperti itu? karena cinta? karena kangen? Bukan. Bukan keduanya. Nanti saja kau akan tahu jawabannya.

"Kalau kau tak segera datang, aku akan mati di kursi tunggu ini" balasan pesan Arman ketika jam dinding menunjuk angka tiga sore. Memang ada pengumuman bahwa kereta api mengalami keterlambatan. Namun Arman tak menghiraukan pengumuman melalui pengeras suara itu. Pikirannya hanya terpaku pada kedatangan Nora, kekasihnya.

Pesan itu lama tak dibalas Nora. Juga tidak segera centang dua. Mungkin kereta api yang ditumpangi sedang menunggu antrian rel. Mungkin juga saat berhenti di suatu stasiun ponsel Nora sedang sulit sinyal (bukan susah sinyal ya...).

Arman mulai gelisah. Ada setitik emosi sedang merayap naik ke ubun-ubun. Perlahan namun pasti, Arman memendam amarah. Berbagai bisikan sedang merongrong telinganya. "Aku kesal menunggumu, coba kau yang menunggu, pasti akan bosan" batin Arman berkali-kali.

-----*****-----

Sepanjang perjalanan ke kontrakan Nora, Arman belum bisa meredakan amarah. Ia tak terima alasan kereta api yang terlambat. Ia juga tak terima alasan Nora kesulitan sinyal ponsel. Ia hanya curiga dengan lelaki yang mengajaknya berjabat tangan setelah turun dari kereta api. Meski hanya teman kampus untuk apa dikenalkan segala? untuk apa diajak berjabat tangan segala? untuk apa? Arman tak mengucap sepatah kata pun. Bahkan sampai pulang dari kontrakan Nora. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun