Setiap purnama Respati selalu teringat kisah pertarungannya dengan pendekar Mata Macan. Bahkan bekas luka yang menghitam di beberapa lengannya seolah masih terasa basah, perih dan membuat dadanya sesak.
Respati sudah tak mau lagi bertarung. Seluruh jurus silatnya telah dilupakan. Sebagai pendekar, Respati memiliki tujuh puluh lima jurus yang dipadu dengan berbagai jurus lainnya. Sejak usia belia semua jurus itu dipelajari. Semakin dewasa semakin matang dan mahir menggunakan jurus saat pertarungan sengit.
Respati pun ingat pesan gurunya: "Kuasai jurus sebanyak mungkin, maka kamu akan mampu menangkis seluruh serangan." Sejatinya memang pendekar tidak melukai musuhnya, sebisa mungkin hanya menangkis atau menghindari pukulan. Pendekar yang memiliki derajat luhur biasanya hanya bertahan sampai lawan tak mampu lagi menyerang.
Sejurus waktu, ingatannya kembali dikoyak ketika seorang pendekar dari Mata Macan mendatangi rumahnya. Saat itu secangkir kopi belum sempat dinikmati. Sebuah pagi yang indah serasa nyaman untuk beristirahat, setelah berbulan-bulan membabat hutan untuk menjadikan ladang, namun dirusak oleh pendekar Mata Macan.
Bukan salah pendekar Mata Macan yang tiba-tiba menyerang dari arah matahari terbit. Saat itu Respati tak menganggap jeritan perempuan yang pilu adalah istrinya. Kelengahan Respati rupanya sudah terbaca jauh-jauh hari. Apalagi istrinya hanya menguasai lima jurus silat. Tak ayal mudah dipatahkan dan dibungkam.
Sebenarnya ini masalah dendam lama. Dimana leluhur perguruan Mata Macan pernah dikalahkan oleh leluhur perguruan Donowarih tempat Respati menimba ilmu silat. Bagaimanapun juga dendam adalah kesumat yang membara. Lebih mudah membakar kebencian dibandingkan ranting kering di hutan. Apalagi ini dendam antar perguruan silat.
Saat istri Respati menjerit, babi hutan yang dipelihara di belakang sontak bersahutan. Respati mengira istrinya sedang berlatih jurus ke-enam yang memang sedikit berat serta memerlukan hembusan tenaga dalam.
Barulah Respati menyadari saat beberapa jepit rambut istrinya mengenai lengannya. "Ini bukan latihan jurus" gumamnya. Maka, melompatlah Respati kedalam rumahnya.
"Hentikan, dasar pecundang, lawan aku" pekik Respati. Rupanya pendekar Mata Macan lebih dulu melumpuhkan istri Respati untuk menurunkan mental.
Kuda-kuda pendekar Mata Macan pun seperti dipenuhi tenaga. Sangat kokoh dan siap beradu. Sementara istri Respati ditendang hingga sudut ruangan, tubuhnya dipenuhi luka akibat cakaran-cakaran jurus macan.
Geraham Respati bergeletuk. Kepalan mulai dipenuhi energi. Sorot matanya tajam menatap lawan. Kakinya membuka perlahan, sebuah kuda-kuda yang tangguh telah siap bertarung.