Pertarungan tak terelakkan. Pendekar perguruan Donowarih melawan pendekar perguruan Mata Macan. Semua jurus dikerahkan. Saling menyerang, menerkam, menangkis, memukul dan bergantian jurus.
Masing-masing memiliki daya linuwih, dan masing-masing juga mulai menata energi yang terkuras. Sebab ini pertarungan tangan kosong, tanpa senjata. Semua hanya mengandalkan jurus-jurus silat yang jitu. Sekali lengah, maka akan fatal akibatnya.
Kedua pendekar masih mengerahkan jurus-jurusnya. Kali ini Respati mengeluarkan jurus kera. Sedangkan lawannya mengerahkan jurus merak. Saling mengimbangi dan tak mau kalah. Menyerang ditangkis. Diserang dan menangkis. Demikian seterusnya.
Alhasil sampai senja tiba, kedua pendekar kehabisan tenaga. Semua jurus telah bergantian dikerahkan. Tubuh mereka basah oleh keringat. Rambut acak-acakan. Berbagai luka juga menghiasi tubuh mereka yang sama-sama telanjang dada.
Lantai rumah yang masih beralas tanah seperti usai terkena badai topan. Suara-suara pukulan yang mengenai tubuh berangsur senyap. Kedua pendekar lemas dengan kakinya masing-masing. Nafasnya tersengal-sengal. Petang merayap, kedua pendekar terhuyung-huyung dan ambruk tak berdaya.
Mereka tertidur pada saat yang bersamaan. Membiarkan istri Respati yang sudah mulai pucat pasi tergolek kehabisan darah.
Kabut pertanda malam menerobos ke dalam rumah. Suasana gelap dan sangat dingin. Suara serangga Tonggaret menyanyikan lagu hutan silih berganti.
Purnama melintas diatas hutan. Beberapa utusan temaram turun ke bumi. Mereka menemukan dua pendekar yang tergolek lemas serta seorang perempuan yang sudah tak bernyawa.
Dibawanya perempuan itu terbang ke langit. Tubuhnya disemayamkan di rembulan. Bintang-bintang ikut melayat. Perlahan tubuh itu berubah menjadi pendar temaram, yang akan terlihat melingkar di bulan saat purnama.
-----*****-----
Keesokan pagi, kedua pendekar disadarkan oleh hangatnya matahari yang masuk melalui celah-celah atap rumbia.
Mereka mencoba bangkit, tapi tak sanggup. Mata mereka berpandangan ingin menyerang kembali, tapi sudah hilang energi yang terkumpul. Tubuh seperti layuh tak mampu berdiri.
Saat kondisi kritis seperti itu, Respati teringat pesan gurunya: "Jangan tidur di pagi hari sampai matahari meninggi"