Telah hanyut kelopak kamboja, pada derasnya liku zaman. Mengalir lewati bebatuan sisa kelam penghabisan.
Semakin deras, dan deras menjauh dariku. Aku tak mampu meraihnya.
Banyak dari kita tak memahami, ada benih yang disirami. Tak hanya niat dan semangat. Sebab tak mungkin kamboja
bertumbuh. Jika yang berkalang hanya mimpi berpeluh, dan tak mungkin akar mencengkeram dengan keluh.
Kita adalah lontaran lesat bambu runcing yang tak mungkin pulang sehingga usai perang. Meski telah tumbang pohon kamboja pada penebangan terakhir. Berdiri kekar pilar-pilar beton yang memaksa bumi, menahan beban hidup dari bisingnya suara mesin buatan asing.
Menderu, semakin deru memekik "Merdeka" sampai aku tak mendengarnya.
SINGOSARI, 10 November 2020
Untuk PAHLAWANKU yang memberanikan nyali dengan ujung bambu runcing, tak mungkin Tuhan membiarkanmu dalam lara duka. Biar kurawat semangat itu pada bumi, air, udara bagi PERTIWI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H