Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi yang Bersemayam

3 November 2020   00:14 Diperbarui: 3 November 2020   00:16 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebait puisi yang kudekap didada. Sebab sepi hendak menerkamnya. Malam telah berbaju gulita. Menyemai kabut bertunas bayangan masa lalu. 

Cahaya rembulan merindukan konsonan yang lengang. Bahkan, kegaduhan sudah pada titik nadir terendah. Percakapan membatu diantara hilir mudik orang-orang. Ode-ode melahirkan rapal dalam batin.

Aku masih bertahan. Apalagi hujan sempat meringkas api serta redupnya lampu jalanan menjadi kerlip yang gemericik.

Angin berdiam. Di sela-sela gigil yang terdampar di ujung cemara. Semua enggan berbisik. Hanya pokok melati yang sengaja melepas kelopaknya.

Kucoba mengingat kembali. Sebait puisi yang bersemayam. Semoga sekali lafaz terucap, kelembutan hati segera berbaring ringan didekap keheningan.

SINGOSARI, 3 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun