Rimba cerita begitu belukar.
Kita tak sanggup membabat semua cerita itu.
Suara-suara alam yang begitu riuh.
Juga membuat kita tak berdaya memilah nada sumir
maupun lagu yang menghentak.
Akhirnya, masing-masing dari kita hanya
termenung dan mencoba menanam tanya
dalam pikiran.
Kepala kita dipenuhi rumput kering
yang dihembus semilir keperak-perakan.
Kita hanyalah individu yang tak pernah
tahu satu sama lain.
Seperti bunga dalam vas yang mekar,
serta mengundang berbagai puji dan asumsi.
Begitulah bumi ini memutar berbagai musim.
Tanpa disadari waktu telah berbilang.
Menyisakan upaya yang harus dilaksanakan.
Tuhan hanya menurunkan derasnya keberhasilan,
atau kita menjemur kegagalan di musim kemarau
yang berdebu.
Aku dan kau sama saja, tak perlu putus asa
menyulam peristiwa, sebab dramaturgi rimba kehidupan
terus membelukar babar di tengah hutan yang semakin bubar.
SINGOSARI, 27 Oktober 2020