Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cubitan Dibalas dengan Cubitan

12 Oktober 2020   00:43 Diperbarui: 12 Oktober 2020   19:51 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset.kompas.com/

Saat seluruh saudara dan anak-anaknya menuntun kalimat zikir. Tubuh Mbok Saripah seperti bergetar merasakan sesuatu yang hebat. Mungkin nyawanya mulai lepas perlahan-lahan. Semua yang hadir disitu tertegun khidmat dan merapat memegangi sekujur tubuh Mbok Saripah. Ada yang memijit pahanya. Ada yang mengelus-elus perutnya. Ada yang memegangi lengannya. Ada pula yang mengelap keningnya yang berkeringat.

Saat nafasnya tersengal-sengal, semua melihat wajah Mbok Saripah. Aku tak paham apakah Mbok Saripah ini hanya memainkan drama seperti kematian di drama Korea ataukah memang beginilah detik-detik oarang akan meninggal. Jujur aku tak paham.

Aku hanya memegangi betisnya yang keras dan mulai dingin itu. Lalu sebuah bisikan menusuk telingaku. "Cubitan dibalas dengan cubitan" demikian bisikan itu terus menggoda. Diam-diam jari jempolku menyatu dengan jari telunjuk. Sebuah cubitan terdalam dan menyakitkan telah tunai kukerjakan. Dendamku terbayar. Aku lega dan puas. Di saat yang sama nafas Mbok Saripah terhembus hebat. Dia meninggal. Semuanya menangis menyayat hati.

Jenazah yang terbujur kaku itu telah meninggal. Ia tak akan mencubitku lagi selamanya, kupikir ini kemenangan besar bagiku. Pelayat mulai berdatangan. Kesibukan mengurus jenazah dimulai. Sore mulai merayap di desa itu. Mbok Saripah telah dikuburkan di tanah kelahirannya. Tanah kering dan keras, sampai aku tak mampu mencubit tanah itu sampai hancur.
-----*****-----
Genap setahun kematian Mbok Saripah, kedua orang tuaku mengajak untuk berziarah ke kuburannya. Sebenarnya aku malas diajak berziarah di kuburan Mbok Saripah. Dia bukan saudaraku, dia hanya asisten rumah tangga yang merawatku sejak bayi hingga remaja. Itu saja. Tapi, aku ingin meminta maaf, dengan cara apapun.

Sudah setahun ini betisku terasa sakit dan ada bekas membiru, seperti bekas cubitan yang tak kunjung hilang nyerinya. Mungkin dengan ziarah ada kesempatan bisa mengubur dendam tentang cubitan dibalas dengan cubitan. Semoga semua kembali normal seperti sediakala. Maafkan aku Mbok Saripah.

SINGOSARI, 12 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun