Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Microwave Baru

1 Oktober 2020   23:58 Diperbarui: 2 Oktober 2020   06:25 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: alamy.com

"Mas sini sebentar" kata istriku sambil menyeret lenganku. Aku yang baru pulang dari kantor menurut aja. Biasanya kalau seperti ini ada hal baru ingin ia tunjukkan padaku.

"Tara....lihatlah!" serunya girang.

Sebuah microwave listrik warna coklat tua. Sebuah alat untuk memanaskan makanan. Tapi, bukan itu yang kupikirkan. Adalah berapa watt listrik yang disedot oleh microwave seperti itu. Lagi pula ibuku baru membelikan penyedot debu (vacum cleaner). Jelas aku akan semakin kebobolan soal tagihan listrik jika alatnya demikian.

"Apa kamu mau buat kue?" tanyaku heran.
"Pastilah, buat manggang ayam juga bisa, manggang daging malah semakin empuk" paparnya sigap seraya membuka pintu microwave yang terbuat dari kaca.

Sebenarnya aku tak setuju istriku membeli microwave. Sebab kami keluarga muda, baru menikah tujuh bulan lalu. Jika hanya roti, daging empuk atau makanan yang diolah menggunakan microwave saja aku pun bisa beli sepulang kerja.

          "Lain kali kalau beli kebutuhan rumah bilang dulu ya sayang"
          "Kan aku pernah cerita saat lihat-lihat televisi di toko elektronik itu, hayo masih ingat kan?"
          "Nah, mengapa malah tak beli televisi saja, masak kita hanya nonton youtube di ponsel"
          "Ya kalau microwave ini kan lebih murah Mas, kalau televisi harganya tiga kali lipat"
          "Terserah kamu saja lah. Lagi pula barang yang dibeli nggak bisa dikembalikan"
          "Ayolah Mas, jangan begitu, aku kan juga ingin buat kue selama kau tinggal kerja"
          "Apa kamu yakin bisa membuat kue kesukaanku?"
          "Yeeeeay, kalau hanya roti boy sih bisa, nanti kubuatkan" balasnya sambil terkekeh seperti menertawakan diri sendiri. 

Aku berlalu masuk kamar untuk ganti baju lalu mandi. Kudengar dari dalam kamar mandi istriku bersenandung seraya menyebut satu-persatu bahan-bahan kue. Aku tak menghiraukannya, mungkin istriku memang benar-benar ingin membuatkan kue roti boy seperti yang selama ini kujadikan oleh-oleh jika ada tugas ke luar kota.

----------**********----------

Esok pagi, saat hendak sarapan aku mencium bau harum kue roti boy. Baunya sangat mirip dengan roti boy sesungguhnya yang sering buka outlet di di bandara udara.

          "Hemmm, rupanya istriku benar-benar ingin membuatkan kue kesukaanku" gumamku.
          "Mas mencium bau sesuatu? harum? gurih? dan...."
          "Kau membuat roti boy?" aku segera menyahutnya meski masih belum percaya. Istriku hanya menggangguk seraya tersenyum.

Aku meraih sandaran kursi dan bersiap untuk duduk di meja makan. Hari ini kelihatannya spesial sekali istriku menyuguhkan roti boy sebagai sarapan pagi. Tak lupa segelas sunkis (sari buah jeruk) turut menjadi minuman segar yang membuatku bersemangat.

Karena waktu sudah mepet, kulahap semua hidangan diatas meja makan. Satu kantung berisi roti boy tak lupa dimasukkan dalam tas kerjaku sebagai bekal makan siang di kantor.

          "Nanti sore Mas ingin daging apa ayam? aku mau coba resep baru loh?" tawarnya padaku.

Aku mengerutkan alis, menatap istriku dengan ragu. Mungkin ia benar-benar ingin belajar memasak. Atau, jangan-jangan ia hanya bercanda belaka.

          "Ayam aja, mudah dan murah" pungkasku sambil melangkah ke depan untuk bersiap berangkat kerja.

----------**********----------

Sore hari saat pulang kerja istriku menyambut ceria di pintu. Seperti hari kemarin, lenganku diseret kembali menuju meja makan. Tanpa ba bi bu aku langsung ditunjukkan sebuah hidangan ayam krispi mirip makanan siap saji (kentaki).

          "Loh, bukannya ayam kentaki seperti ini digoreng?"
          "Nah itu Mas" jawab istriku singkat. Aku malah tak paham apa maksud jawabannya. Ia buru-buru menekan pundakku untuk segera duduk di    kursi dan menyantap hidangan diatas meja makan.
          "Mas duduk saja dulu, silahkan dinikmati hasil kerja kerasku" rayu istriku sambil duduk di kursi sebelah.

Aku menatap satu persatu hidangan di atas meja. Ada ayam kentaki, sosis goreng, tempe goreng, tahu goreng dan kerupuk. Tak kujumpai hidangan sayur maupun buah. Hanya segelas air putih sebagai pengganti untuk menggelontor makanan di tenggorokan.

          "Kok goreng semua?" batinku. Baiklah, kunikmati makanan itu satu persatu. Sepiring nasi dengan ayam kentaki sebagai lauknya ditambah saus pedas.
          "Permisi, daging panggangnya mbak?" seru seseorang tiba-tiba muncul di depan pagar rumah. Istriku sigap melompat menyambut orang di depan pagar itu. Sejurus kemudian istriku kembali sibuk di dapur. Sementara aku masih bertahan di meja makan sambil nonton youtube.
          "Permisi, servis microwave mbak?" seru seseorang yang lain muncul di depan pagar rumah. Aku langsung menoleh ke arah orang itu. Kelihatannya orang itu adalah tukang servis microwave. Tapi buat apa datang kesini? siapa yang memesannya? Beragam tanya tumbuh di kepalaku.
          "Servis microwave?" pikiranku langsung tanggap dan menilai ada yang tak beres. Apalagi istriku tak segera beranjak menemui tukang servis itu. Aku bangkit mencari istriku ke dapur untuk memberitahu ada tukang servis di depan.

Di dapur istriku cengar-cengir seraya menunjukkan microwave-nya yang gosong seperti habis terbakar.

          "Kenapa microwave-nya?" aku penasaran sekaligus menduga-duga sesuatu telah terjadi.
          "Aku salah baca resep masakan. Harusnya menggunakan oven untuk memanggang. Tadi pagi aku mencoba memanggang daging ayam" jelas istriku dengan mimik ketakutan.
          "Terus?" aku semakin penasaran.
          "Ya, maaf Mas, microwave-nya kuletakkan diatas kompor, kukira begitu cara memanggangnya" wajahnya menunduk tak berani melihatku.

Mataku membelalak, keningku sontak terasa hangat. Apalagi di keranjang sampah terlihat kantung roti boy dan kantung ayam kentaki.

          "Lha itu kenapa ada kantung roti boy dan ayam kentaki?" tanyaku keheranan.
          "Hehehehe, aku beli lewat ojol Mas, ternyata sulit buat kue, maaf ya" balas istriku cengengesan.

MALANG, 1 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun