Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sumpah Tukang Pijat

13 September 2020   00:41 Diperbarui: 13 September 2020   17:07 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aroma itu menjalar ke pinggir hutan. Pak Sarjono mulai mencium gelagat itu. Ia emosi dan bermaksud pindah tempat praktek. Seluruh barang dikemasi. Seorang laki-laki yang hendak pijat tak digubris. Justru laki-laki itu di sumpahi.

"Aku bersumpah, kelak seluruh perempuan disini akan menjadi tukang pijat semua, biar tahu rasa!"

Laki-laki yang hendak pijat itu mengernyitkan dahi. Ia tak tahu apakah Pak Sarjono serius, atau bercanda dengan apa yang diucapkan. Ia pun tak berani bertanya dan membiarkan Pak Sarjono berjalan bersama tongkat penuntunnya.

Tak ada yang tahu kemana tujuan perginya. Pak Sarjono hanya menggerutu kecil "Tak punya budi, sudah dikasih tahu tempat belajar pijat, eh malah menggusur rejeki orang"

Sejak Pak Sarjono pergi, orang-orang mulai melupakannya. Perlahan warga dusun Kapuran banyak yang cocok dipijat Bu Siti. Bahkan karena menerima pijat laki-laki, maka lambat laun keahlian itu pun merebak ke perempuan lainnya. Bu Siti kuwalahan melayani warga dusun Kapuran.

Banyak perempuan dusun Kapuran yang akhirnya belajar memijat ke Bu Siti. Puluhan tahun berikutnya, perempuan-perempuan dusun Kapuran sudah alih profesi menjadi tukang pijat. Uniknya pemijat yang laku hanyalah perempuan. Sementara pemijat laki-laki tak banyak digemari.

"Pokoknya beda kalau yang mijat perempuan dusun Kapuran" demikian seloroh salah satu laki-laki.

Kini, tiap pagi beberapa perempuan dusun Kapuran mulai bepergian menjadi tukang pijat sampai ke kota. Anak-anak perempuan mereka juga diajari cara memijat. Sedangkan yang laki-laki menjadi pengantar untuk menjajakan keahlian pijat hingga ke kota.

Pos ronda sepi, bukit kapur kehabisan batu marmer. Pabrik marmer pun tutup. Ladang milik KPH Perhutani nganggur. Rumah dinas mantri hutan sepi kembali. Kami juga tak pernah ngobrol lagi tentang alternatif pekerjaan apa jika bukit kapur itu telah habis. Kami juga tak pernah membicarakan Pak Sarjono yang telah menyumpahi dusun Kapuran.

Kami hanya berharap bahwa sumpah Pak Sarjono bukanlah do'a buruk yang menimpa dusun Kapuran, sebab selama ini nasib kami hanya sebagai pembelah batu marmer saja.

Kami berharap dengan alih profesi menjadi tukang pijat ini bisa menjadi alternatif sebagai jawaban dari apa yang kami takutkan jika bukit kapur itu habis rata tak ada batu marmer satupun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun