Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Secangkir Kopi untuk Jomlo

6 Agustus 2020   01:56 Diperbarui: 7 Agustus 2020   19:26 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tubuh secangkir kopi itu masih panas. Ia terlahir dari senja yang mengejan kenangan sekuat tenaga. Sementara petang sebagai ayahnya hanya mondar-mandir memanggul cemas. Tentu kehadiran secangkir kopi ini menjadi harapan banyak orang.

Pada suatu detik, secangkir kopi telah lahir di dunia. Tali pusarnya mengepul meliuk-liuk. Petang sudah tak sabar segera menimang dan mengenakannya baju malam.

Orang-orang bersyukur dan turut berdoa, "Semoga kelak secangkir kopi ini menjadi anak yang berbakti pada cerita dan kenangan."

Aku pun turut bahagia, mencoba menimang secangkir kopi saat pagi telah usai memandikannya, memberinya bedak dan minyak kayu putih.

"Kau pantas punya anak, sebaiknya segera kawin," saran pagi kepadaku.

Aku pun bergegas menciumi secangkir kopi seperti anakku sendiri, "Semoga segera ketularan," pekikku dalam hati.


SINGOSARI, 6 AGUSTUS 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun