Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Stiker Keluarga Miskin

4 Juli 2020   18:14 Diperbarui: 4 Juli 2020   19:05 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://2.bp.blogspot.com/

Zaenal masih tertahan di kamar tidurnya, padahal hangat mentari sedang menerobos berbagai celah di rumahnya yang terbuat dari berbagai gabungan bahan. Ada anyaman bambu, ada triplek, ada kardus dan sedikit sumpalan plastik.

Rumah dengan lahan seukuran dua kamar itu memiliki dapur di belakang rumah dekat sumur dan selembar bekas spanduk untuk menutupi saat mandi.

Untunglah tetangga Zaenal berbaik hati, memberi sedikit lahan untuk tempat tinggal. Jangan tanya jika hujan deras, sudah pasti mereka akan berkumpul di kamar dengan derai hujan yang menyelinap di kamar. Bocor disana-sini.

Zaenal memiliki tiga anak, yang pertama Burhan yang saat ini bekerja sebagai buruh angkut di pelabuhan kecil dekat rumah. Usia Burhan masih 19 tahun, namun selepas SMP ia harus merelakan diri untuk bekerja membantu orang tuanya.

Anak kedua Fitri, saat ini sudah tak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah. Saat pandemi seperti ini Fitri harus mengerjakan tugas sekolah secara daring (online). SMP kelas 2 dan tinggal sedikit kelas 3, tapi tak punya handphone, apalagi paket data yang biayanya bisa digunakan makan sehari.

"Sudahlah Fit, yang penting kamu sudah bisa baca tulis, Ayah tak sanggup membiayai sekolahmu" sebuah pernyataan pahit dari ayah Fitri pada suatu sore. 

Masak tiap hari pinjam handphone tetangga hanya untuk mengerjakan tugas sekolah. Rasanya malu dan tak punya harga diri. Melihat situasi seperti itu memaksa Fitri mengikuti jejak kakaknya, yaitu bekerja. Fitri bekerja di sebuah depot di Kota, sekitar 5 km. dari rumahnya.

Anak paling kecil bernama Wahyu. Beruntung saat situasi pandemi dan mengharuskan belajar di rumah ini ia berhasil menuntaskan sekolah dasarnya. Wahyu tak punya angan-angan melanjutkan sekolah pula. Ibunya yang dekat dengannya justru mengajaknya menjadi tukang pijat keliling.

Bagi Wahyu ajakan ibunya ini lumayan enak dibanding nasib kakak-kakanya. Maklum tenaga anak kecil tentu tak sebanding. Wahyu hanya kebagian tugas menginjak-injak punggung. Sedangkan ibunya memijat kaki, lengan dan pundak.

ZAENAL YANG LAPAR MENDAPAT STIKER

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Zaenal sebagai penjaga rumah. Ia menderita stroke ringan yang mengakibatkan bibirnya seperti terangkat sebelah. Sekujur tubuhnya bagian kiri bahkan mati rasa sulit untuk digerakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun