Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penulis yang Menghantui

21 Juni 2020   18:29 Diperbarui: 22 Juni 2020   00:17 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudahlah, jangan terus-terusan menulis, jaga tubuhmu, mungkin juga laptopmu sudah panas" saran ibu kepada Rina pada suatu malam. Memang sudah seminggu ini Rina getol menulis. Apalagi laptop baru yang ia miliki adalah anugrah dari hasil menulis. Kasihan ibunya yang sakit-sakitan malah jarang mendapat perhatian Rina. Ibunya justru sering mengingatkan Rina untuk menjaga kesehatan diri.

"Kurang sedikit bu, habis ini Rina juga istirahat" Rina mencoba menentramkan.
"Pokoknya ibu nggak mau kamu jatuh sakit gara-gara menulis....uhuk, uhuk, uhuk" pungkas ibu diselingi batuk.

Jam dinding terus berdetak, jarumnya menyundul angka 11 malam. Sudah sangat larut bagi Rina jarang begadang. Ia terus menekan papan ketik di laptopnya secara intensif. Gemertak suara papan ketik kadang berhenti, lalu berlanjut lagi. Demikian seterusnya. 

Mungkin karena Rina tidak serta merta menggubris saran ibu, maka ibunya memilih untuk menahan kantuk di kamar. Sebuah bantal putih bersandar di besi penahan ranjang. Rambut putih ibu yang diterangi lampu redup seperti ikut mengerami waktu.

"Huft, akhirnya selesai juga. Habis ini kirim ke e-mail, dan taraa....selesai sudah" gumam Rina mengakhiri malam sunyi itu. Laptop dimatikan, tubuhnya direbahkan diantara beberapa lembar kertas yang berisi coretan-coretan.

SEMINGGU KEMUDIAN

Azan subuh menggema, seperti subuh sebelumnya, Rina masih mendengkur halus. Matanya tertutup pertanda lelap yang sangat. Melihat putri satu-satunya masih rebah diatas ranjang, sang ibu menitikkan air mata. 

Mengapa akhir-akhir ini Rina berubah? mengapa ia tak bangun pagi, sembahyang lalu membantu memasak?. Segala tanya dalam hati bergaung di benak ibu. Hal itu mendorong ibunya mendekati tubuh anaknya yang masih tertidur. Sang ibu memungut salah satu lembar kertas. Membacanya tulisan tangan Rina dengan seksama.

Rupanya cerita-cerita karangan Rina di tulis dulu di secarik kertas sebelum akhirnya diketik di laptop. Lalu mengapa jika hanya menulis cerita demikian harus begadang? sehingga paginya melewati waktu sembahyang?. 

"Rina, bangun nak. Sudah pagi. Ayo bangun" sang ibu mencoba membangunkan Rina. Dengan mata yang masih lekat, Rina berusaha bangun. Meski terasa berat, ia berjalan menuju kamar mandi, wudhu lalu sembahyang.

Sang ibu kembali ke kamar untuk mengaji. Sedangkan Rina mulai membuka laptopnya. Suara papan ketik silih berganti dengan detak jam dinding. Sunyi di pagi itu memaksa Rina terus mengetik dan mengetik hingga siang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun