Malam mulai menapaki anak tangga peraduan. Diluar sana, selain gigil menguliti, ada gelisah menyebar ke segala penjuru rumah.
Sedangkan langit dengan bulan sabit hendak berbenah, dua mata kecil mulai sayu dan memerah. Telinganya mendengarkan dongeng diatas dipan tua, kisah hewan lucu yang bijaksana. Bibir kering anak kurus itu bertanya pada ibunya:
"Mengapa Kancil suka makan timun Pak Tani bu?"
"Petani tidak serakah Nak, walau saat ini menjual timun sangat susah" papar ibu.
"Mengapa ibu tak membelinya saja?"
"Kelak jika kau besar, belilah timun petani"
"Mengapa tidak sekarang bu?"
"Ayahmu belum pulang, semoga timunnya laku"
"Nanti sisakan timun untukku ya bu?"
"Tidurlah, mimpilah jadi pengepul timun"
Dini hari anak itu pulas melukis bantalnya dengan air liur, bentuknya seperti timun yang berjajar dari Sabang sampai Merauke.
Sebelum mengering mimpinya, Sang Ayah baru tiba dari pasar, di tangannya ada dua nasi bungkus. Saat dibuka, lauknya hanya sambal, ikan asin dan timun.
SINGOSARI, 13 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H