Inilah tanda tanya yang sejak sore tadi hingga malam ini belum bisa kujawab. Tidak empati namanya juga tetangga. Mau empati tapi bagaimana caranya? Bukan masalah nasib untung atau buntung, tapi saya sendiri pada posisi sebagai pegawai dengan penghasilan yang pas-pasan juga.
Saya juga punya kebutuhan bulanan sebagai manusia yang normal. Butuh keperluan bulanan, butuh makan minum serta belanja bulanan untuk bertahan hidup.
Apa yang bisa saya lakukan jika ternyata bulan depan tetangga benar-benar dirumahkan?
Setelah berdiskusi kecil dengan istri, ternyata pemecahan paling utama adalah komunikasi dan kejujuran. Dua hal penting ini untuk mengungkapkan maksud dan tujuan untuk ikut merasakan kesedihan tetangga dengan cara yang sama-sama baik.
Artinya adalah saya bukan sebagai dewa penolong dengan segala kelebihan, dan saya juga tidak bermaksud merendahkan martabat tetangga. Sebab bagaimanapun juga jika sebelumnya kami bertetangga saling berkecukupan. Tak pernah membayangkan tiba-tiba terhenti seperti ini. Istri saya juga dekat dengan istri tetangga. Kami saling bertukar camilan, masakan, bahkan jika nongkrong bersama juga gantian menyediakan kopi.
Saya berusaha menjelaskan posisi saya, kondisi saya dan bagaimana caranya bisa bertahan bersama paling tidak beberapa bulan kedepan. Saya juga tidak menyinggung peringatan hari buruh maupun kebiasaan-kebiasaan menyambut May day. Jangankan memikirkan unjuk rasa, untuk bulan depan saja rasanya gelap.
Setelah saya komunikasikan kondisi dan posisi saya jika hal terburuk terjadi, maka tetangga saya memahaminya. Paling tidak dia tidak akan sungkan atau pakewuh jika meminta bantuan saya, meski bantuan itu juga tak banyak. Sebab saya sendiri juga pas-pasan.
Berikutnya adalah kejujuran. Ini penting bagi kedua belah pihak. Sebab bagaiamanapun juga kejujuran akan teruji saat terdesak suatu masalah. Bisa jadi orang yang terbiasa jujur dan kondisi mendukung  akan berubah menjadi pengkhianat saat kondisi tidak menguntungkan. Tapi, ini masalah bukan untung atau buntung.Â
Kami sepakati bahwa kondisi ekonomi saya seperti ini. Misalnya nanti saya membantu, maka hanya bisa sampai pada titik tertentu saja. Tetangga pun menyetujui dan berharap tetap jujur apa adanya jika suatu saat nanti hal buruk itu terjadi.
"Semoga tidak terjadi mas, tapi kalaupun terjadi, saya juga tahu diri dan mohon kerelaannya untuk membantu."
Prinsip kejujuran ini pula yang akan membuat kami saling terbuka. Jangan sampai kebutuhan mendesak dan darurat tidak tertangani. Misalnya sakit, bayar sekolah atau angsuran yang jatuh tempo.Â