Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perempuan di Stasiun Kereta

7 April 2020   12:10 Diperbarui: 7 April 2020   19:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cdn.wallpaperhi.com

Di stasiun orang-orang mengajak sepi menuju tujuan. Di samping kananku seorang perempuan tua menekuri rejeki, tumpukan jajanan pasar belum juga naik ke atas kereta. Bukan perjalanan yang diinginkan, juga bukan ukuran jajanan pasar yang semakin kecil. Di saat sunyi seperti ini, acapkali yang manis terasa pahit. Yang dibawah merangkak naik, dan yang di kanan-kiri tak ada siapapun peduli.

Kulempar pandanganku ke kiri, nampak seruas rel yang memanjang. Aku bergumam, "Apakah sepanjang itu nasib mengenaskan akan terus mengeras dalam segala cuaca?"

Kereta tak kunjung tiba, jajanan pasar masih tersisa. Di antara kantuk perempuan di Stasiun, ada hitung-hitungan tentang rejeki, dan nyawa yang tak pulang sebelum petang. 

Sepertinya tubuhnya mulai sedingin sisa jajanan pasar itu. Sementara di stasiun orang-orang menunggu kereta, yang mengangkut segerbong antrian menuju pulang atau hilang.


SINGOSARI, 7 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun