Saat rindu menggumpal di hatimu yang berawan, mungkin kau tak bisa menahan gerimis di kelopak matamu. Aku telah mendengar cerita dari setangkup pagi, dimana kupu-kupu telah meninggalkan kepompong saat mentari masih hangat. Kata kupu-kupu, cinta saling memberi kehangatan.Â
"Bukankah kita pernah singgah di kutub es yang membeku? Lalu kupeluk segenap rindumu penuh kehangatan? Tentu kau takkan lupakan itu bukan?"
Jadi, jika nanti langit sedang menggelar hujan, maka tengadahkan telapak tanganmu, rasakan ketukan irama yang digubah oleh sang Agung. Sejak masa purba muara selalu menunggu segenap limpahan cinta, dari langit untuk bumi. Mereka saling mencurahkan air mata kerinduan untuk bertemu, berpelukan hangat sampai pancaroba. Tentu kau mengerti mengapa aku juga merindukanmu bukan?
Demikianlah rindu disusun menjadi puisi, ia selalu membutuhkan kehangatan jemarimu sampai tertulis titi mangsa yang membekas dari kecupan bibirmu. Disitu aku ingin selalu menjadi puisimu, dari selembar kertas yang berhias kupu-kupu.
SINGOSARI, 23 Februari 2020
Titi Mangsa: Kecupan Bibirmu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H