Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Butiran Air di Daun

3 Februari 2020   17:26 Diperbarui: 3 Februari 2020   17:29 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Basah hujan belumlah genap mengeringkan ingatanku. Sore tadi mendung baru saja mengakhiri lawatannya. Berbagai persoalan hidup telah dijabarkan. Mulai dari persiapan mendung menandai ikhtiar. Lalu pergumulan air yang berebut menuruni anak tangga. Semua harus antri, terikat dalam perjanjian waktu.

Termasuk kau.
Yang dari tadi hanya bercakap-cakap dengan butiran air. Mengapa kau siksa daun menahan butiran air?

Hidup kadangkala harus ikhlas. Mengantri untuk menjatuhkan air mata. Itu kataku. Jika kau menurut, buanglah khayalmu. Tak ada yang menguasai kita selain Tuhan.

Seperti butiran air di daun. Diam-diam kita hanya antri menunggu tergelincir. Semua sudah terikat dalam perjanjian waktu. Agar pergumulan air bisa menuruni tangga kembali. Lalu ada air mata yang kembali menetes ke bumi.

SINGOSARI, 3 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun