Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ibuku dan Surganya

7 Desember 2019   16:17 Diperbarui: 7 Desember 2019   16:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibuku termangu menyimpan gagu, berdiri
tak bergeming menatap takdir.
Siapa saja yang pernah singgah
di rahimnya adalah penghuni
surga. Ia telah sediakan nyawa
dan asupan bagi calon jabang bayi.

Ia pecahkan sendiri surga itu
dengan beradu bumi dan keriput
di wajahnya. Memberikan sumber
air untuk jabang bayinya, sekaligus
mengawasi seluruh gerak-gerik
kehidupan jabang bayi, sejak
mentari masih perawan, hingga
tenggelam di batas datar pekuburan.

Ibuku tetap menatap takdir, berat
melepas anaknya pergi ke surga lain,
surga yang akan ia tempati kelak.
Nyawanya tinggal separuh, sumber
air juga kemarau, sorot matanya
di ufuk barat.

Meski tak di tepi pantai, ibuku
masih berdiri, menjadi mercusuar
tegar yang memberiku pelajaran.
Sekaligus berdiri tegar menyongsong
dibukanya pintu surga atas nama,
Ibuku.


Malang, 6 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun