Ibuku termangu menyimpan gagu, berdiri
tak bergeming menatap takdir.
Siapa saja yang pernah singgah
di rahimnya adalah penghuni
surga. Ia telah sediakan nyawa
dan asupan bagi calon jabang bayi.
Ia pecahkan sendiri surga itu
dengan beradu bumi dan keriput
di wajahnya. Memberikan sumber
air untuk jabang bayinya, sekaligus
mengawasi seluruh gerak-gerik
kehidupan jabang bayi, sejak
mentari masih perawan, hingga
tenggelam di batas datar pekuburan.
Ibuku tetap menatap takdir, berat
melepas anaknya pergi ke surga lain,
surga yang akan ia tempati kelak.
Nyawanya tinggal separuh, sumber
air juga kemarau, sorot matanya
di ufuk barat.
Meski tak di tepi pantai, ibuku
masih berdiri, menjadi mercusuar
tegar yang memberiku pelajaran.
Sekaligus berdiri tegar menyongsong
dibukanya pintu surga atas nama,
Ibuku.
Malang, 6 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H