Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pembawa Sunyi

2 Oktober 2019   13:15 Diperbarui: 2 Oktober 2019   13:27 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah nomor telepon menghubungiku,
katanya disana ada sekumpulan sunyi
menyerang dari berbagai mata angin.

Hidup memang membingungkan.
Ada yang ingin sendiri walau di
tengah keramaian.
Banyak pula ingin beramai-ramai,
setelah bosan menyendiri.

Kususuri gulita, menyibak gerimis,
menepikan warung remang-remang
dan menyapa bulu mata palsu
yang tertinggal di bangku taman kota.

Bioskop telah sepi, bank-bank tak
ada antrian, restoran cepat saji kian
lambat waktu. Supermarket menahan
kantuk. Kantor polisi berbincang
hangat dengan tahanan. Kusiapkan
kantong-kantong sunyi.

Embun pagi menghardikku,
mengapa tak mengisi pulsa
untuk menelepon balik, kemana
sunyi ini akan dibawa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun