Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu Kota dan Anak Bajang: Mini Fiksi

29 Juli 2019   18:45 Diperbarui: 29 Juli 2019   19:05 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://articulosparapensar.files.wordpress.com

(1)

Malam ini begitu terkesan angker, kesepian merajelela penuh rasa takut. Sebuah pemakaman di perbatasan kota begitu kuat menggetarkan aura mistis. Memang malam ini ada rencana besar-besaran, yaitu unjuk rasa berbagai hantu yang selama ini memenuhi kota. Rata-rata mereka berasal dari bayi-bayi yang dibuang orang tuanya. Orang Jawa menyebutnya bayi bajang.

Kini setelah sekian tahun lamanya, bayi bajang tumbuh dewasa, bersama-sama hantu kota mereka membentuk komunitas hantu anak terbuang. Aspirasi mereka ingin didengar oleh manusia. Mereka juga meniru gaya manusia, yaitu memaksakan kehendak dengan pengerahan masa. Selama ini memang banyak tingkah manusia yang dipelajari, didiskusikan lalu ditiru. Bahkan, untuk sebuah unjuk rasa dengan tematik tertentu juga sudah dipelajari. Misalnya unjuk rasa tentang korupsi, tentang pembangunan, tentang gender dan tentu tentang kegagalan hantu dalam menggoda manusia.

Malam ini, mereka sudah mulai berdatangan. Nampaknya pemakaman mulai padat, sepadat nisan-nisan yang sudah lama mendiami disana. Sekitar pukul 21.00 rapat akbar dimulai. Pemimpin mereka mulai naik di pohon kamboja. Suaranya begitu serak, karena semasa hidupnya sebagai perokok berat. Pemimpin itu bersemangat mengajak hantu-hantu beserta anak bajang untuk berunjuk rasa. Minimal ke penegak hukum, atau ke kantor-kantor yang berhubungan dengan kelahiran anak bajang.

Tak banyak yang tahu, termasuk penduduk kampung di perbatasan kota. Bahwa malam itu serombongan hantu kota dan anak bajang berunjuk rasa ke kota. Penduduk kampung seperti merasakan kantuk yang sangat berat. Namun, tidak demikian yang dialami oleh petugas kepolisian di sebuah sektor kecamatan. Ada petugas jaga yang bergantian menjaga markas mereka.

Rombongan hantu kota dan anak bajang telah tiba di depan pintu gerbang markas kepolisian sektor kecamatan. Pemimpin hantu kota mulai membaca rapal dan mantra-mantra untuk berubah menjadi "manusia", lebih tepatnya manusia jadi-jadian. "Lapor pak, kami mau melayangkan protes serta tuntutan kawan-kawan kami tentang anak bajang," tegas pemimpin hantu kota saat menerangkan maksud kedatangannya. Petugas jaga pada mulanya merasa kebingungan. Keduanya terlihat percakapan yang saling menjelaskan. 

Ada arahan dari petugas jaga bahwa tuntutan penyelidikan bisa dilakukan di hari kerja dan jam kerja. Pemimpin hantu kota nampak gelisah, ia dan kawan-kawan tak mungkin bisa hadir ke kepolisian besok pagi hingga siang hari. Pasti tubuhnya akan terbakar. "Ya pak, silahkan bapak laporan besok pagi dengan membawa bukti, kami akan membantu menemukan siapa orang tua yang tega membuang bayinya di kota ini, begitu ya pak?" tutup petugas jaga sambil mempersilakan pemimpin hantu kota meninggalkan tempat.

Pemimpin hantu kota segera mengajak rombongan ke sudut markas kepolisian, mereka mengadakan diskusi kecil dan sepakat untuk mengadukan tuntutan mereka selanjutnya ke dinas kependudukan. Hantu-hantu kota itu ingin kejelasan apakah anak-anak bajang juga berhak mendapatkan akte kelahiran. Mereka juga lahir dari rahim manusia. Menjelang fajar, rombongan pulang ke makam masing-masing.

(2)

Malam kedua, mereka berkumpul lagi di tempat yang sama. Lalu secara berombongan mereka menuju ke dinas kependudukan kota, ditemui oleh satpam penjaga kantor. Pemimpin hantu kota diskusi lagi dan disarankan besok pagi mengurus berkas-berkas ke kantor. "Kalau malam begini semua kantor pemerintah tutup pak, besok saja sambil membawa berkas untuk melengkapi akte kelahiran," jelas satpam itu. Mendengar jawaban itu pemimpin hantu kota mengajak pulang lagi rombongan. 

Begitulah setiap malam rombongan hantu kota dan anak bajang melakukan unjuk rasa ke kepolisian, ke dinas kependudukan, ke kantor pengadilan, ke dinas pengairan, ke dinas agama serta ke kampus-kampus. Mereka ingin memperjuangkan hak-hak anak bajang supaya diakui sebagai anak yang lahir dari rahim manusia. Mereka juga menuntut penyelidikan siapa orang tua dari anak bajang, mereka menuntut akte kelahiran, mereka menuntut motif-motif pembuangan serta mereka menuntut persamaan dalam memperoleh pekerjaan.

Pada malam ke empat puluh hari, rombongan hantu kota mulai letih. Mereka putus asa jika harus berjuang di siang hari. Sekian lama perjuangan tidak memperoleh hasil. Justru kini makam mereka semakin semrawut. Rencana besok akan dimulai pembongkaran makam untuk perluasan jalur lintas selatan oleh pemerintah kota. Supaya lalu lintas tidak macet. Apalagi saat ini banyak pendatang yang kost di kota membawa kendaraan sendiri. Rupanya pemimpin hantu kota mulai teringat satu hal. Saat rombongan hantu kota dan anak bajang mulai putus asa, justru pemimpin hantu kota mengajak mereka untuk melihat dari dekat, bagaimana kehidupan penghuni kost di kota. Sebab menurut cerita orang-orang, ada beberapa kost di kota yang begitu bebas dan berakhir pada perzinahan. 

"Ah, masak aku bicara perzinahan? hahahahaha, basi kan?" tegas pemimpin hantu kota. "Ayo kita semua ke kost kota, kita kesana saja, siapa tahu ada bapak-ibu yang selama ini telah menelantarkan bayinya." Ajakan ini disambut antusias oleh rombongan hantu kota dan anak bajang. Sesampai disana, di kamar-kamar kost itu, rombongan hantu kota dan anak bajang berhamburan mencari sendiri kamar-kamar yang dihuni oleh pasangan mesum. Mereka justru menggoda pasangan lupa dosa itu untuk melakukan perzinahan. Seluruh anggota rombongan hantu kota dan anak bajang bergembira dan lupa dengan tuntutan unjuk rasa mereka sendiri. Rupanya mereka asyik menggoda anak manusia berulangkali tanpa bosan.

Malang, 29 Juli 2019 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun