Jika tidak, tentu ini sangat berbahaya, karena level  ketersinggungan, dan kategori penistaan sangat relatif dan sangat subyektif. Terkecuali kalau kita mau mengamini apa yang menjadi prediksi Prabowo yakni Indonesia  bubar di 2030 bahkan bisa jadi lebih cepat.Â
Tanpa tolok ukur yang jelas, siapapun bebas melakukan klaim merasa tersinggung dan ternista. Dan sudah barang tentu energi kita sebagai suatu bangsa akan habis terkuras untuk gontok-gontokan dengan urusan yang beginia, dan ini baru soal satu puisi. Dan jika hal seperti  ini yang terus terjadi, saya yakin kita tidak perlu menunggu hingga 2030.
Bukan berarti saya mengamini prediksi Ketua Umum Partai Gerindra. Meski prediksinya sama-sama bubar, namun penyebabnya menurut saya berbeda. Bubarnya Indonesia hanya bisa terjadi dari dalam, ketika kita sebagai suatu bangsa tidak bisa lagi menerima perbedaan,  dan keberagaman sudah tidak lagi kita anggap  sebagai sebuah kekayaan.
Sebagai ganti, kita memaksa supaya bisa seragam, termasuk dalam menyikapi sebuah puisi. Â Terlalu bila Indonesia pada akhirnya harus bubar hanya karena sebuah puisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H