Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Ada Dusta di Antara Kita

15 Desember 2016   18:47 Diperbarui: 15 Desember 2016   19:04 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Informasi ini sampai level tertentu bisa berhasil membentuk pemahaman seseorang dan meyakininya sebagai suatu kebenaran. Dengan sedikit pemicu, pengetahuannya ini sangat bisa menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan apa yang diyakininya. Dan ini tentu sangat membahayakan, dan sudah pasti akan merusak relasi dan harmoni sosial, ketika si pelaku tidak lagi mampu menggunakan kecerdasannya dalam kehidupan sosialnya.

Selanjutnya, dalam hidup bersama kita masih saling curiga satu sama lain. Antara satu kelompok dengan kelompok yang berbeda masih menyimpan rasa tidak percaya, walau kadang disembunyikan atau disamarkan. Mengapa ada dusta di antara kita?

Demikian juga dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita masih belum merasa sebagai saudara sebangsa setanah air. Bahkan, kita bisa dengan mudahnya terhasut dan terpancing untuk bermusuhan dengan sesama saudara kita sebangsa hanya oleh hasutan dan apa yang terjadi di negara lain. Kenapa?

Saya tidak yakin bahwa si pelaku teror mengenal dan pernah berinteraksi dengan mereka yang hendak dijadikannya target bom bunuh diri. Akan tetapi, bagaimana bisa si pelaku memiliki niat yang demikian kepada orang yang sama sekali tidak dikenalnya? Apa yang membuatnya merasa benci dan merasa perlu untuk mengenyahkan anak manusia yang tidak dikenalnya? Terkecuali sebelumnya mereka pernah terlibat perselisihan, mungkin masih bisa dicerna akal sehat. Ini, kenal pun tidak, namun bisa memiliki hasrat membunuh demikian. Sungguh mengerikan!

Di sini kita bisa mengerti bahwa si pelaku sebenarnya hanyalah korban. Bagaimana ia dan banyak saudara kita yang lain tidak terjebak dalam tindakan terorisme jika kita sebagai satu kesatuan sosial belum bisa menyepakati apa itu terorisme. Jika konten yang mengandung terorisme masih mudah diakses.

Jika kita, dalam hidup bersama masih saling curiga. Jika kita dalam hidup berbangsa masih bisa begitu mudah dihasut oleh pihak luar dan juga dengan kejadian di luar sana yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kita sebagai satu bangsa. Semestinya, kita bisa menghentikan simpatisan teroris untuk menjadi korban jika kita dalam kehidupan sosial bisa memberikan input kebenaran-kebenaran universal. Menutup akses konten yang mengandung muatan terorisme untuk masuk dan mendiami pikiran siapapun.

Dengan demikian, mereka tidak dibentuk oleh konten-konten demikian, dan juga oleh kebenaran-kebenaran parsial, akan tetapi kebenaran universal yang kokoh, yang akan membuat siapapun menjadi cerdas. Pada akhirnya, dalam kehidupan sosial yang menuntut kecerdasan, kita semua menjadi cerdas. Sesuatu yang sangat diperlukan dalam relasi sosial guna membangun harmoni. Kita pasti bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun