Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Menganggap Pancasila Itu Sakti

17 Oktober 2016   20:02 Diperbarui: 18 Oktober 2016   13:55 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : prosalinaradio.com

Entahlah jika bangsa kita memang sedang mencari dan menanti masalah. Kita ibaratnya sedang membesarkan ular berbisa di pekarangan rumah kita, dan membiarkannya bermain-main dengan anak-anak kita. Itulah kenyataannya, ketika bangsa kita tidak mampu bersikap tegas dengan membiarkan gerakan khilafah penentang Pancasila bermain-main dan terus berupaya memikat hati anak bangsa kita. 

Tidak ada yang tersembunyi sebenarnya dengan gerakan mereka, lewat pengajian, bulletin tertulis, orasi ketika berdemo, mereka tak henti-hentinya menyuarakan upaya makar terhadap NKRI dengan seruan jihad guna mengubah demokrasi Pancasila dan NKRI menjadi khilafah yang akan dipimpin Khalifah.

Suatu sistem imaginer yang tidak ada, bahkan di negara Muslim sekalipun kita tidak menemukan itu, dan sangat tidak mungkin untuk bisa ada di dunia kita yang faktanya memang berbeda. Berbeda itu indah, berbeda itu membentuk harmoni. Itulah faktanya, dan itulah realitanya. Entahlah, bila ada yang beranggapan bahwa Sang Pencipta telah  keliru mencipta dunia sedemikian berbeda, kenapa tidak dibuat-NYA seragam saja, apa susahnya buat Dia?

Mungkin kita menganggap gerakan mereka belum berbahaya, apalagi mereka tidak bersenjata. Namun kita jangan lupa, senjata bukan hanya senapan, meriam dan bom. Untuk saat ini mereka berjuang bukan dengan senjata yang demikian. Akan tetapi, mereka terus melakukan penyusupan ke dalam segala aspek kehidupan masyarakat kita.

Kita membiarkan mereka mendoktrin kaum muda kita, dengan menyebut paham demokrasi yang kita anut adalah sesat. Di kampus-kampus, bahkan baru-baru ini kita bisa menyaksikan dengan lantangnya hal itu diserukan  oleh seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Universitasnya Indonesia. Belum lagi di tempat lain, baik dengan atau yang tidak dengan lantang disuarakan. Itulah bentuk infiltrasi yang telah berhasil mereka lakukan. Masihkah kita berupaya menyangkalnya?

Lantas, apakah kita harus mendiamkannya begitu saja?

Kita berangapan bahwa jumlah pengikut HTI dan simpatisannya masih sedikit. Akan tetapi, sedikit bukan berarti mereka tidak berkembang, mereka akan terus berjuang sampai merasa cukup kuat untuk memberontak terhadap NKRI guna mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka, Negara Khilafah.

Tidak hanya dengan merekrut kader dan simpatisan, mereka juga terus berupaya mempengaruhi anak bangsa yang lain untuk setuju dengan sikap politik mereka. Dan kita sedang menyaksikan itu sekarang, saat kepentingan jangka pendek bisa menyatukan mereka, dan mereka pun kini berjalan beriringan.

Mereka bermain dengan isu sensitif, yang mudah memancing massa, lalu membangun opini bahwa sikap politik mereka selama ini sudah selayaknya diperjuangkan bersama-sama, karena merupakan kepentingan bersama.

Akhirnya, kita sesama anak bangsa bertengkar,  tidak lagi  merasa sama.Kita menjadi berbeda, padahal dulunya juga kita berbeda, namun kita selalu bersama, sama sebagai satu bangsa. Soal Gubernur DKI misalnya, kita sangat tahu bahwa HTI ada di belakang penolakan terhadap Ahok.

Bahkan jauh sebelum Ahok dilantik menjadi Gubernur DKI menggantikan Presiden Jokowi. Dan kita seakan lupa akan hal itu, padahal mereka terus memperjuangkan hal itu. Dan sekarang, sebagian dari anak bangsa kita ikut terpancing untuk memperjuangkan agenda mereka.

Dan memang, kita belum melihat tindakan konkrit pemerintah dalam menyikapi  musuh demokrasi kita ini,  yang juga sekaligus musuh Pancasila. Seperti yang kita bisa saksikan hari ini, mereka tetap eksis, bahkan ikut memanaskan situasi politik di Ibukota negara kita  dengan seruan konsisten mereka menolak pemimpin kafir.

Apa hak mereka menyebut anak bangsa yang lain sebagai kafir? Pernahkah mereka bertanya kepada Bapak Bangsa yang mendirikan negara ini? Di mana mereka waktu itu?

Entah apa masalahnya juga bagi pemerintah, sehingga ragu untuk membubarkan ormas yang anti Pancasila? Bukannya dilarang dan dibubarkan, justru pemerintah sepertinya masih membiarkannya. Membiarkannya sampai mereka besar dan tidak lagi mampu membubarkannya? Entahlah, kita sedang menunggu.

Dan akhirnya, bangsa kita terbelah, terbelah karena mereka dengan terang-terangan menyuarakan pandangan politik mereka yang menentang Pancasila. Bahkan ada ormas yang bisa mengangkat gubernur tandingan, dan itu hanya terjadi di Indonesia, tepat di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Seorang gubernur tandingan diangkat oleh ormas yang menolak Pancasila, dan kita hanya bisa diam dan menertawakannya saja, tanpa kita sadari bahwa mereka juga sedang menertawakan kita yang hanya bisa diam dan tertawa. Kita membiarkannya, sementara mereka dengan terang-terangan menunjukkan penolakan terhadap demokrasi yang kita junjung tinggi, demokrasi yang telah memelihara kita sebagai suatu bangsa.

Sampai kapan?

Kita juga tidak habis pikir, apakah dalam situasi seperti ini TNI harus diam dan cukup dengan melihat-lihat saja, ketika dengan lantang ada ormas yang menyuarakan penolakan terhadap Pancasil dan NKRI. Mereka menyerukan negara Khilafah di bumi Indonesia. Bukankah ini merupakan tindakan makar dan ancaman serius bagi NKRI?

Apakah kita sedemikian takut, jika nanti mereka melawan dan meresponi pembubaran dengan tindakan anarkis? Boleh saja ada kekhawatiran demikian, namun kita harus realistis, bahwa lebih baik dibubarkan sekarang dengan resiko yang masih bisa kita tanggung. Daripada nanti, suatu saat ketika mereka sudah sedemikian besar  dan kuat, dan kita pun sudah tidak kuat lagi untuk membubarkannya, dan semua upaya menjadi terlambat.

Entahlah, jika ada lagi yang masih perlu kita tunggu, sementara hari demi hari mereka terus menyuarakan penolakan terhadap Pancasila. Andai kita melihat ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk "mempertobatkan" mereka kembali untuk menerima Pancasila dan NKRI, mungkin saja kita bisa maklumi. Namun sepanjang yang bisa kita amati, tidak ada terlihat upaya ke arah itu. Sementara berharap dan menunggu inisiatif dari mereka, sepertinya itu hal yang sia-sia.

Kita sedang bermain dengan waktu, bermain-main dengan keutuhan NKRI dengan membiarkan penyeru Khilafah mengumandangkan penolakannya terhadap Pancasila, NKRI, Demokrasi, Bendera Negara, Bhinneka Tunggal Ika, yang mana kesemuanya itu merupakan tidakan nyata-nyata pengkhianatan terhadap perjanjian luhur Bapak Bangsa kita, yang sudah bersusah payah melahirkan Indonesia.

Membiarkan masalah menjadi besar, hingga satu ketika kita tidak lagi mampu untuk mengatasinya bukanlah pilihan yang bijak. Kita juga semestinya tidak lagi cukup dengan hanya prihatin, lalu membiarkannya terselesaikan oleh waktu. Dan kita tidak pernah tahu waktu akan berpihak ke mana.

Kita sedang berkejaran dengan waktu, sama halnya juga dengan mereka, berlari dengan waktu. Dan taruhannya adalah demokrasi, Pancasila dan NKRI.Sesuatu yang terlalu mahal untuk kita pertaruhkan dengan waktu.

Jika kita beranggapan bahwa pemberontakan itu hanya bila dibarengi dengan senjata, maka kita keliru. Pemberontakan ideologi justru lebih membahayakan. Ia langsung memasuki jantung hati kita, mengubah haluan dan pondasi berbangsa kita, dan sudah pasti dengan tujuan akhir untuk menjungkalkan NKRI. Perlahan namun pasti, mereka berupaya untuk itu dan kita memberi mereka toleransi.

Benar, bahwa pemberontakan senjata bisa dikalahkan dengan senjata dan tentara yang lebih kuat, namun tidak dengan ideologi. Ketika ia telah berhasil disusupkan dan ditanamkan di pikiran. Ideologi itulah yang akan menggerakkan untuk melawan, melawan apapun yang bertentangan dengan ideologi yang sudah menyatu dengan darah dan jiwa.

Dan untuk ideologi khilafah ini, suatu ketika, bisa jadi kitalah yang akan ditelannya. Dan ini hanya persoalan waktu saja, andai mereka sudah merasa kuat, mereka akan segera mengambil kesempatan. Ketika kita sedang sibuk, sedang lelah, bahkan saat kita sedang tertidur.

Kita terlalu percaya diri dengan Kesaktian Pancasila. Sejarah sudah membuktikannya, dan kita selalu mengatakan demikian. Akan tetapi, kita harus jujur mengakui bahwa Pancasila sebenarnya  tidak sakti. Kitalah yang membuatnya sakti. Ketika ada ancaman terhadap Pancasila , maka kita menganggapnya sedang mengancam kita, dan kita pun bergerak bersama untuk melindunginya.

Pancasila tidak akan bisa membela dirinya, dan itu pasti. Kitalah yang bisa melakukannya. Kita harus membelanya dan membuatnya tetap dan terus sakti. Demi bangsa kita, demi demokrasi, demi anak-cucu kita. Ya, Pancasila harus tetap sakti.

Kita tidak bisa mengabaikannya begitu saja, dan saat ini musuh Pancasila dan NKRI sungguh ada, dan sedang membangun kekuatan di rumah besar kita, untuk bisa merebut NKRI dari tangan kita dan menjadikannya Khilafah. Dan tidak perlu kita bantah, itu sudah pasti  akan membuat kita terpecah-pecah dan berdarah-darah.

Kita tidak boleh melupakan sejarah, bagaimana bangsa ini membangun  NKRI dengan airmata dan darah, demokrasi yang diamini pendiri bangsa inilah yang membuat bangsa ini bisa berdiri, dan masih berdiri sampai hari ini. Andai waktu itu masing masing bertahan dengan ideologi dan keinginan sendiri, bangsa ini tidak pernah ada dan tidak akan bisa berdiri.

Lalu, apakah kita akan mengkhianati perjanjian luhur pendiri bangsa ini?

Apakah kita tetap membiarkan penyeru khilafah itu terus memecah-belah bangsa kita?

Saatnya seluruh elemen  bangsa ini menyadari serta mawas diri, karena NKRI adalah harga mati. Ancaman terhadap Pancasila adalah ancaman langsung dan serius bagi NKRI. Dan bagi kita, hanya ada dua pilihan: ormas-ormas itu bubar, atau NKRI yang bubar. Entahlah bila mereka memang masih memungkinkan untuk kembali ke pangkuan NKRI dan menerima Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun