Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Politik Primitif dan Pesan untuk Huntington

8 Oktober 2016   00:43 Diperbarui: 15 Oktober 2016   11:18 2817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok, sumber gambar : harianterbit.com

Forum RT RW DKI Jakarta yang mengkampanyekan agar tidak memilih Ahok dengan sentimen etnis-agama. Demikian juga Bamus Betawi yang ikut-ikutan bermain isu etnis. Hingga video mahasiswa Universitas Indonesia dan UNJ yang menyerukan tolak Ahok karena kafir. Ada seruan menolak petahana melalui Risalah Istiqlal. Dan yang teranyar, politisasi video Ahok di Pulau Seribu.

Demikian krusialnya Pilkada DKI bagi semua kepentingan, sehingga kita sangat pesimis untuk tidak terjadinya benturan. Lalu, jika harus  demikian bagaimana kita menyikapinya?

Benturan ada kalanya tidak bisa dihindari, dalam konteks Pilkada DKI, tentu tidak baik jika kita harus menabukan benturan jika itu memang harus terjadi. Namun harus digaris bahwahi bahwa, benturan yang bisa ditoleransi adalah benturan yang beradab. Dimana juga negara siap menjadi wasit  dan memiliki ketegasan jika sesuatu hal yang merusak dan mengganggu peradaban terjadi.

Jika kita terus menghindar dan mengambil jarak  terhadap benturan, dengan bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa, maka  sudah barang tentu sikap demikian tidak benar. Sampai kapan pun isu ini tidak akan pernah selesai, jika kita tidak punya keberanian dan kemauan untuk membicarakan dan menyelesaikannya. Kita tidak perlu terkecoh dengan dikotomi  mayoritas dan minoritas, kita hanya berpatokan kepada konstitusi sebagai dasar kita berbangsa dan bernegara.

Tidak seperti sekarang, ketika menyangkut isu mayoritas, maka seakan-akan tabu untuk membicarakan dan menuntaskannya. Dan seakan tidak bijak jika negara bersikap tegas. Akhirnya, kita hanya menjadi bangsa yang tidak mampu mengambil sikap untuk sesuatu hal, yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi kita, karena kita  terjebak oleh isu mayoritas minoritas.

Sampai kapan?

Benturan, bila itu perlu maka harus dibiarkan terjadi, sampai akhirnya melalui benturan itu kita bisa menyimpulkan apa yang benar dan mana yang keliru. Tentu, benturan itu tidak harus selalu dimaknai dengan kekerasan secara fisik, yang sudah barang tentu harus ditolak dan dihindarkan. Dan juga negara harus menjamin bahwa benturan tidak boleh melahirkan konflik berdarah-darah.

Benturan yang beradab, itulah yang harus kita wacanakan, sehingga kita pada akhirnya cerdas dan terampil dalam mengelola perbedaan dan keberagaman. Tidak seperti sekarang ini, ada kecenderungan supaya dalam segala hal kita seragam. Bagaimana bisa?

Kita memerlukan seni untuk mengelola benturan, sehingga pada akhirnya kita terbiasa dan tidak gamang ketika berhadapan dengan benturan. Kita sangat memerlukan ketegasan dan keberanian negara, sehingga perbedaan yang berujung dengan benturan tidak  berakhir dengan permusuhan dan kekerasan, tetapi bangkitnya kesadaran dengan penggunakan nalar yang sehat dan rasional atas dasar kesetaraan yang dijamin konstitusi,  dan biarlah itu yang menjadi poin akhir atau tujuan kita bersama.

Kembali ke video Ahok di Pulau Seribu. Apa yang dilakukannya merupakan tindakan jenius kontra perilaku politik primitif yang dipertontonkan oleh kelompok-kelompok yang bermental korban. Ahok sedang memperlihatkan kita suatu metode  yang rasional dan edukatif dalam bentuk dialog, eksposisi guna menyadarkan publik bahwa ajakan kelompok-kelompok yang hendak memaksakan ruang peradaban sebagai arena untuk mewujudkan kepentingan mereka adalah upaya mengelabui, dan oleh karenanya harus ditolak.

Ada upaya menafikan nilai-nilai luhur budaya kita, yakni budaya dalam manifestasi yang lebih luas, menjadi suatu unsur yang membentuk pola kohesi, disintegrasi dan konflik melalui kontestasi Pilkada DKI. Dalam jangka pendek, sudah pasti kelompok pembentur itu memiliki obsesi untuk  merebut supremasi dengan menyerukan terjadinya  benturan. Apabila mereka berhasil meyakinkan publik, maka hal ini akan sangat merugikan kita sebagai suatu bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun