Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghidupkan Tuhan yang Sudah Mati Oleh Nietzsche

26 September 2016   07:53 Diperbarui: 26 September 2016   08:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Yesus di Nigeria, sumber gambar: beritasatu.com

Namun faktanya, banyak dari kita lebih memilih menghadirkan Tuhan sejarah, Tuhan yang telah mati. Di mana-mana, "orang percaya" berupaya memperlihatkan simbol-simbol tuhan, yang adalah tuhan yang mati. Padahal sebenarnya, kita bisa menghadirkan Tuhan yang hidup, namun kita lebih memilih menghadirkan "tuhan yang mati".

Mengapa kita lebih senang dengan, situs, bangunan, tugu, patung, salib, dan berbagai ornamen, hingga ritual yang melambangkan tuhan yang mati? Kita berlomba-lomba membangun tugu kematian dan memperlihatkan simbol-simbol tuhan. Kita membunuh Tuhan dengan membiarkan-Nya tetap mati.

Kita lebih senang melihat "Tuhan yang mati" dan berbondong-bondong pergi ke sana dan meritualkan tuhan, seakan-akan Tuhan itu benar ada di sana. Mengapa kita tidak mengganti tuhan yang mati dengan menjadikan-Nya Tuhan yang hidup?

Kita bisa menghidupkan Tuhan, di dalam dan melalui kehidupan kita, mengambil rupa kita. Kitalah tubuh dan jiwa untuk Dia yang telah bangkit. Dia yang telah naik ke sorga namun  hidup di bumi menyertai setiap kita seperti janji-Nya. Tuhan hidup jika kita mau memberi tubuh dan jiwa kita untuk Dia. Ia hidup dan berkarya, menyapa sesama yang letih- lesu dan berbeban berat di sekitar kita yang menyerukan nama-Nya.

Masihkah kita memilih mendirikan dan pergi kepada tuhan yang mati? Atau, kita mau membangkitkan Tuhan yang telah lama mati supaya hidup dan berkarya di tengah-tengah kita?

Menjawab Nietzsche yang menghendaki Tuhan itu mati, orang percaya dipanggil untuk menghidupkan Tuhan yang telah mati dan bangkit dan hidup, yakni dalam  dalam  rupa dan laku setiap kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun