Mohon tunggu...
Omri Samosir
Omri Samosir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa biasa saja dan tidak akan mengganggu hidup anda

Menulis itu lebih dari sekedar menyenangkan, karena juga mendorong keinginan membaca. Cara yang paling konvensional adalah menulis yang benar benar kita ketahui, tetapi menulis untuk sesuatu yang tidak seluruhnya kita ketahui juga bisa menjadi asyik, karena segera mengetahui dari pembaca kita, betapa bodoh dan dangkalnya kita dan ahirnya mendorong untuk lebih tahu. Saya menyenangi perjalanan jauh, olah raga, fotografi, nanam sayur dan mendorong kiat hidup sehat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ingin Beras Berbulu Kambing?

1 April 2010   09:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beras yang seperti ini rasanya bukan seperti daging kambing, namun aromanya seperti aroma daging kelinci, kalau belum dimasak memang sedikit berbulu pendek layaknya kambing dan ukurannya super panjang seperti belut.

Ini adalah Beras Transgenik atau Beras GMO [Genetically Modified Organism] atau bahasa awamnya adalah Beras yang susunan genetiknya telah direkayasa.

Yang membanggakan lagi adalah bahwa beras ini diproduksi oleh LIPI, lembaga penelitian nasional kita, yang merupakan lembaga terkemuka didalam penelitian apa saja di negeri ini.

Berita ini baru saja dilangsir minggu yang lalu dan hingga kini seingat saya belum ada yang memberi komentar sedikitpun dan mungkin sekali beritanya terkubur oleh ramainya berita sekitar mafia peradilan dan maling pajak.

Namun ini baru rencana. Sabar ……… kita masih harus menunggu.

Karena tidak ada yang berminat memberi komentar, maka bolehlah para penulis kelas kambing seperti saya memberi tanggapan atas berita ini.

Disebutkan oleh berita tadi bahwa LIPI akan melakukan penelitian untuk rekayasa benih Transgenik untuk bahan pangan Beras, Kentang, kacang Kedele dan bahan pangan lainnya. Ditambahkan juga bahwa kehawatiran atas bahaya makanan Transgenik ini ternyata tidak terbukti dan keuntungan yang akan didapat sangat tinggi sehingga LIPI akan memproduksikan bibit bahan pangan Transgenik.

Untuk teman teman yang belum faham benar atau separuh faham apakah yang dimaksud dengan transgenic atau GMO, sebaiknya saya berikan salah satu ilustrasi sederhana mengenai hal ini.

Pertanian modern saat ini sangat banyak menggunakan pestisida dalam bentuk antara lain insektisida [racun serangga],fungisida [racun jamur tanaman] dan herbisida [racun gulma]. Pada waktu applikasi pestisida ini, sebahagian dari tanaman ini ikut mati bersama hamanya. Para peneliti pangan akhirnya berfikir untuk menciptakan bibit yang tahan terhadap pestisida ini, sehingga pada waktu dia disemprot, hanya hamanya yang mati dan ia tetap tumbuh subur. Dengan demikian diharapkan produktivitas hasil panen akan meningkat dan pemakaian pestisida yang dibutuhkan juga menurun.

Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan rekayasa terhadap genetic tanaman tadi. Salah satu contoh gampang yang setiap hari anda lihat adalah Jeruk Sunkist yang berwarna kuning oranye yang cantik itu. Jeruk ini sebenarnya berwarna hijau dan setelah tua baru menguning, sama dengan jenis jeruk limau local yang ada. Agar kelihatan cantik, jeruk tadi di cat pilox dengan warna orange setelah dipanen. Ini cerita tahun 1940-an hingga 50-an. Setelah itu dilakukan rekayasa genetic untuk menambahkan warna orange itu pada susunan gen nya sehingga ia selalu berwarna oranye saja setiap waktu. Ini contoh rekayasa pangan pertama dalam sekala besar.

Kembali dalam soal rekayasa, peneliti ingin membuat tanaman yang tahan terhadap herbisida [racun gulma, lalang dan rumput liar] yang mengganggu tanaman. Peneliti tidak dapat menemukan tanaman lain yangt ahan terhadap herbisida, sehingga gen dari tanaman lain tidak dapat ditanamkan kepada tanaman ini. Yang terlihat jelas adalah bahwa sejumlah hewan ternyata tidak mati bila memakan atau minum bahan yang terkontaminasi oleh herbisida. Dalam percobaannya, ternyata kambing juga tidak serta merta mati bila diberi minum herbisida. Kesimpulannya jelas terlihat secara vulgar: bahagian Gen kambing yang tahan terhadap herbisida itu perlu ditanamkan kepada Gen tanaman pangan ini. Hingga kini telah ada beberapa tanaman pangan yang direkayasa didunia ini, antara lain Jagung, kacang Kedele dan Kapas. Semuanya tahan terhadap herbisida. Karena gen yang ditanamkan tidak berasal dari tanaman, tetapi hewan, maka namanya adalah Transgenik, yang artinya genetiknya dicampur dengan jenis mahluk yang berbeda, tanaman dan hewan. Spesifikasi Transgenik ini juga mulai beragam. Ada tanaman yang tahan hama [bukan sekedar tahan pestisida] dan tahan perbedaan cuaca, dsb.

Berbagai kontroversi dan perdebatan dilakukan dalam kurun 15 tahun [sejak produk ini masuk kepasarana pada tahun 1994]terakhir untuk topik yang satu ini dan pertanyaan utamanya “Apakah ini tidak berbahaya bagi manusia?” Apakah perubahan genetic ini tidak akan menghasilkan mutasi mutasi pangan maupun tubuh manusia yang memakannya? Secara ekstrim beberapa ahli mempertanyakan “Apakah kita tidak mengambil sebahagian dari pekerjaan TUHAN?”.

Coba kita kembali ke bumi lagi. Sekelompok peneliti penentang Transgenik atau GMO secara tekun mengamati akibat2 yang ditimbulkan oleh bibit jenis ini. Jeffrey M Smith merupakan salah satu tokoh penentang produk Transgenik atau GMO ini membeberkan sejumlah fakta empiris tentang bahayanya bagi kesehatan manusia yang sering sekali jatuh pada telinga yang tuli sebagai berikut:

Menurunkan kesuburan reproduksi baik bagi wanita maupun lelaki

Sering mengakibatkan alergi

Mempercepat penuaan manusia

Perubahan didalam produksi insulin

Perubahan pada organ tubuh

Menimbulkan masalah pencernaan

Ada kecenderungan menimbulkan kanker

Akibat negatif ini sudah sangat terlihat pada hewan2 yang diteliti dan juga terlihat pada manusia yang mengonsumsi produk ini.

Akibat buruk pada lingkungan juga sudah meluas, karena luasnya penyebaran benih Transgenik yang mayoritasnya adalah Kedele, Jagung, Kapas dan Canola. Telah terjadi cross breed atau penyerbukan silang terhadap bibit2 unggul local sehingga bibit yang baik ini tercemar. Kerusakan terbesar juga terlihat pada kesuburan tanah, karena banyak produk ini bersifat toxic dan mencemari tanah dan lingkungannya.

Dilain fihak, keuntungan yang di harapkan oleh pembuat bibit ini ternyata hingga sekarang tidak dapat dibuktikan secara meyakinkan. Produksi pangan tidak meningkat dan ongkos produksi meningkat. Perusahaan pembuat bibit saja yang menangguk keuntungan menjual bibit. Anda tentu masih ingat gemparnya soal Bibit Kapas Transgenik Monsanto yang diuji cobakan di Sulawesi tenggara dahulu? Bibit ini ternyata gagal, lebih jelek dari bibit biasa dan bisnisnya berbau kambing, karena konon banyak pejabat Negara dituduh disuap untuk merealisasikan proyek ini.

Tentunya LIPI akan membantah komentar miring seperti ini dan akan mengatakan belum terbukti benar. Namun masalahnya apakah LIPI tidak perlu menunggu kontroversi ini mereda dahulu, baru setelah yakin aman, dapat melakukan produksi bibit transgenic ini. Pertanyaan yang lebih ektrim adalah apakah LIPI mempunyai hak untuk melakukan hal yang memiliki dampak sedahsyat ini [akibat negatif], tanpa ada satu badan atau orangpun yang dapat melarangnya?

Saya berpendapat bahwa LIPI memang perlu melakukan penelitian pangan pemulian benih dan sebagainya, namun cobalah teknologi yang konvensional dahulu. Petani seperti saya belum pernah memakai benih buatan LIPI dan memang badan peneliti di Indonesia sangat sedikit melakukan penelitian benih disbanding Negara maju. Ruang penelitian dan pembuatan benih baru masih sangat luas terbuka lebar dan tidak controversial. Sebaiknya LIPImengambil jalur konvensional ini daripada keinginan untuk membuat lompatan jauh kearah yang masih gelap gulita. Semoga mereka mau mendengar……….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun