[caption id="attachment_318459" align="aligncenter" width="493" caption="Peredaran Darah, Image iStockphoto Free collection"][/caption]
Praktek mengencerkan darah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan oleh kalangan medis terutama pada pasien yang menderita gangguan jantung maupun darah tinggi atau mereka yang baru mengalami “stroke”. Pertanyaan yang terpenting adalah: Mengapa darah perlu diencerkan? Apakah obat pengencer darah yang diberikan oleh para dokter [obat farmasi] tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan penderita?
Teori baku yang dianut para tenaga medis adalah bahwa bila darah kental maka jantung akan susah memompanya dan membebani organ jantung yang akan bekerja lebih berat. Dalam kasus tekanan darah tinggi, darah yang kental dipercayai akan meningkatkan tekanan darah. Klop sudah dan menjadi logis untuk sementara ini.
Jurus ini dilakukan sebagai usaha preventif untuk membantu meringankan beban jantung. [Pada kenyataannya, tenaga medis memberikan obat pengencer darah pada pasien yang kekentalan darahnya normal2 saja dan bukan karena darah sangat kental] Bila darah menjadi encer [lebih encer dari normalnya], apakah yang akan terjadi? Pembuluh darah merupakan membrane yang terdiri dari sel2 organik, jadi bukan dibuat dari pipa pralon maupun besi. Kekenyalan pembuluh darah ini telah diciptakan sedemikian rupa sehingga cairan darah tidak akan rembes keluar namun tetap memiliki kelenturan yang tinggi. Bila darah diencerkan maka hal pertama yang akan terjadi adalah darah dapat merembes keluar dari pembuluh darah. [Dengan alasan yang sama maka semua pasien yang akan menjalani operasi, perlu menghentikan konsumsi obat pengencer darah selama 1-2 minggu agar darah kembali normal dan operasi dapat dilakukan.] Bila terjadi perdarahan, maka ini bisa saja terjadi dibahagian mana saja dari badan. Akibatnya sama saja dengan bila anda mengalami “stroke”. Bedanya adalah bila stroke yang normal adalah karena pembuluh darah pecah dan darah rembes kedalam jaringan, maka stroke terakhir ini disebabkan karena pembuluh darah rembes. Kemungkinan stroke jenis ini banyak terjadi di pembuluh darah kaki, lambung dan juga otak. Ini hal yang ironis. Alih2 anda diobati stroke nya, anda malah diberi obat pengencer darah yang meningkatkan kemungkinan anda stroke [lagi…]. Ini bukan isapan jempol. Bila anda membaca side effect berbagai obat pengencer darah, maka selalu disebutkan diantaranya adalah perdarahan dan stroke. Ini keblinger.
Bagaimana dengan obat farma untuk pengencer darah? Yang paling banyak beredar adalah Ascardia, Plavix dan Warfarin [Coumadin]. Yang pertama adalah murni aspirin saja dan diberi nama cantik agar dapat dijual dengan harga lebih mahal. Dampak samping utama adalah mual, kembung, pusing dan perdarahan. Yang kedua dan ketiga adalah racun pestisida sistemik pembunuh tikus. Darah tikus menjadi encer dan terjadi perdarahan hebat dan tikus mati. Untuk para petani, nama pestisida tikusnya adalah sama saja, Warfarin dan Plavix. Dampak samping kedua obat ini adalah mual, pusing, , wasir[ambeien], osteoporosis, kerontokan rambut, perdarahan dan stroke. Sebagian paramedic mengombinasikan Plavix dan aspirin sekaligus, karena percaya bahwa efek Plavix atau warfarin agak berkurang dengan mencampurkannya dengan aspirin [ini tidak benar…]. Dibeberapa Negara maju warfarin dan Plavix diberikan dengan prosedur yang ketat dan dosis yang benar2 ditakar hari perhari, namun di Indonesia, obat ini diberikan dengan semena mena saja, dosisnya sama untuk seluruh orang. Untuk penggunanya, paramedic selalu menganjurkan untuk tidak mengonsumsi daun2 segar dan makanan terutama buah yang banyak mengandung potassium [K]. Masalahnya adalah unsur potassium akan menghilangkan efek pengencer dari obat ini. Namun bila pasien mengikuti saran tadi, maka ia akan mengalami masalah yang lebih besar dimana makanannya menjadi sangat tidak bernutrisi.
Obat2 ipengencer darah umumnya diberikan untuk dikonsumsi seumur hidup. Jadi bila ada yang memercayai bahwa dampaknya sangat kecil, maka pemakaian seumur hidup akan mengakumulasi semua racun yang ada dan dampaknya tetap saja menjadi fatal.
Pertanyaannya adalah berapa persentase orang yang mengalami dampak ini? Jawabnya 100%, dalam tingkat kerusakan yang berbeda beda. Untuk dampak yang serius dan fatal, angkanya tidak diketahui, sebab tidak ada yang ingin mengambing hitamkan obat pengencer darah sebagai sumber malapetaka.
Mungkin ada sejumlah pemakai racun ini mengaku tidak pernah mendapat masalah dengan hal ini dan bisa hidup lama tanpa dampak sampingan. Tentu saja ada yang memiliki toleransi tinggi terhadap racun ini. Metabolisme manusia dapat menyesuaikan diri dengan asupan2 kedalam badannya. Sama halnya dengan tikus2 yang tidak semuanya dapat dibunuh dengan racun yang sama ini.Tetapi jangan lupa bahwa prosentase mereka kecil.
Adakah alternative “obat” lain untuk mengencerkan darah? Dalam kasus2 tertentu yang jumlahnya kecil, darah mengental berlebihan dan “memang” perlu diturunkan, Vitamin E dapat digunakan tanpa ada dampak sampingan terutama yang berakumulasi, namun itupun perlu digunakan dalam dosis aman, sehingga darahnya hanya menjadi normal dan bukan menjadi “encer”.
Pertanyaan terakhir yang lebih penting adalah: Mengapa darah pasien tadi bisa kental? Ini pertanyaan yang lebih penting dan lakukanlah pengobatan atas sumber masalah tadi. Mengencerkan darah hanyalah usaha mengobati “symptom” yang terjadi dan bukan memperbaiki masalah pokoknya. Selain itu ini usaha ini hanyalah usaha preventif yang ternyata salah kaprah. Bila demikian, mengapa obat2an ini masih saja dipergunakan dan dipertahankan? Jawabannya sangat lugas…. Business obat pengencer darah memiliki omset lebih dari USD 15 Billion [170 triliun rupiah].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H