Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tata Cara dan Alur Pembuatan SKCK di Polrestabes Palembang

14 Desember 2023   11:57 Diperbarui: 19 Desember 2023   15:07 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walau gak pernah berbuat salah/kriminal, saya nggak suka berkunjung ke kantor polisi. Auranya nggak enak hehe. Setelah pertama kali bikin SKCK, belasan tahun lalu untuk keperluan melamar pekerjaan, eh, demi satu keperluan tes, saya diharuskan memiliki SKCK lagi.

Aduh, males banget sebetulnya. Tapi ya terpaksa. Dan, untuk memperlancar urusan di Polrestabes Palembang, saya udah cek syarat pembuatan terbarunya yang tertulis di beberapa sumber.

Syaratnya yang saya ketahui cukup fotokopi KTP, KK, Akte Kelahiran dan pas foto 4x6. Tepat di detik-detik sebelum saya berangkat, saya cek lagi syarat di situs lain, di situ tertulis pula perlu pas foto 2x3 dengan latar belakang merah. Aduh, untung belom keburu ke Polrestabes. Ya, sudah saya cetak dulu di tempat cuci foto terdekat.

MENUJU LOKASI

Beruntung Polrestabes Palembang yang berlokasi gak jauh dari simpang 4 Jakabaring letaknya nggak jauh dari rumah. Sekitar pukul 9 saya berangkat. Begitu tiba saya langsung memarkirkan kendaraan dan menuju sebuah gedung tempat pembuatan SKCK berlangsung.

Saya mendekat untuk mengambil formulir, dan kemudian membaca persyaratannya:

  • Fotokopi KTP 1 lembar
  • Fotokopi Akte Kelahiran 1 lembar
  • Fotokopi Kartu Keluarga 1 lembar
  • Pas foto 4x6 sebanyak 5 lembar
  • Fotokopi kartu kesehatan BP*S/K*S.

Berkas asli nggak diminta ya pengalaman saya tadi. Dan juga nggak perlu map, walau sebenarnya saya udah siapkan. Oh ya, sebelumnya saya cek di situs, foto cuma butuh 4 lembar. Eh tahunya diminta 5. Untung pas nyetak saya lebihkan. Sayangnya saya nggak menyiapkan kopi kartu BP*S.

Bergegas saya ke tempat fotokopi yang ada di dekat situ, dengan jelas saya minta fotokopi selembar saja. Namun ketika bayar saya kaget dimintain uang Rp.3000.

"Anjir mahal amat ini selembar," batin saya.

Pengisian formulir. Dokpri.
Pengisian formulir. Dokpri.

Namun, ternyata si tukang fotokopi langsung cetak 5 lembar. Jadi ya hitungannya selembar Rp.600. Kayaknya sengaja dikopi banyak biar dapet duitnya juga lumayan. Iya sih kopiannya bisa saya simpan untuk keperluan lain. Tapi, buat apa ya? Sebanyak itu pula. Menurut "Sayyid Sabiq" dalam ijab qabul harus ada kesepakatan antara penjual dan pembeli, dan harus saling ridha, jika tidak ada akad atau ijab qabul, maka jual beli tersebut dinyatakan tidak sah. Hmm, wes udahlah, salah saya juga tadi nggak protes langsung. Ikhlaskan!

MELAKUKAN SIDIK JARI

Begitu fotokopi dan pengisian formulir selesai, saya langsung masuk ke dalam. Tidak ada antrean di sini. Saya lihat ada beberapa meja, ada yang untuk pelayanan SIM, ada SKCK, dsb. Saat di depan meja SKCK, saya cek persyaratan, yakni harus dilengkapi kartu sidik jari.

Karena saya belum punya, saya melipir ke bagian ujung untuk melakukan pengambilan sidik jari. Petugas mengarahkan ke ruangan lain di mana sudah menunggu satu petugas laki-laki yang dengan sat-set melakukan pengambil sidik jari saya. Di sini saya diminta membayar Rp.30.000.

Tadi serba manual. Dokpri.
Tadi serba manual. Dokpri.

Saya orangnya termasuk yang detail menyimpan dokumen dalam bentuk scan/pindai. Eh sayangnya SKCK lama saya dulu lupa terscan. Andaikan masih ada kopian SKCK lama, maka saya gak perlu mengambil sidik jari lagi. Lumayan menghemat Rp.30.000.

Oh ya, syarat sidik jari

  • Fotokopi KTP 1 lembar
  • Fotokopi KK 1 lembar
  • Pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar (latar belakang merah)
  • Biaya Rp.30.000

Di spanduk sih katanya bisa daftar online. Tapi tadi sepi dan nggak terlalu pengaruh soal antrean ini. Di sini saya menunggu sekitar 15 menit sebelum kartu saya siap.

MELAKUKAN PEMBUATAN SKCK

Di meja lainnya, saya melihat deretan orang duduk di sofa yang tengah melakukan penyusunan berkas. Melihat itu saya inisiatif langsung nanya ke petugas, "bisa saya bikin SKCK bu?"

Tempat pembuatan sidik jari dan SKCK. Dokpri.
Tempat pembuatan sidik jari dan SKCK. Dokpri.

Ya, karena antrean nggak jelas (lagian saya lebih dulu berada di sana kan, Cuma harus ambil sidik jari dulu), dan petugas mempersilahkan jadi ya saya langsung duduk. Di situ, formulir dicek dan kelengkapan berkas. Di sini saya diminta lagi bayar Rp.30.000.

"Kalau mau sekalian dilegalisir, tambah Rp.5000," katanya.

Wes, saya tambah lagi. Gak lama saya disuruh menunggu di luar.

PENGAMBILAN SKCK

Di luar, saya menunggu sekitar 20 menit sebelum nama saya dipanggil. Agak lama karena petugasnya ngumpulin dulu agak banyak baru kemudian dibagikan di luar.

PLUS

  • Alur pembuatan cukup jelas.
  • Tidak ada pungli. Semua biaya jelas sejak awal. Kalau dulu, untuk legalisir itu kudu keluar biaya yang gak jelas karena modal minta tolong petugasnya. Sekarang sih lebih jelas ya.
  • Tersedia fasilitas untuk teman-teman disabilitas

MINUS

  • Waktu proses sepertinya bisa lebih diefektifkan lagi
  • Nggak ada 3S (Senyum, Sapa, Salam) dari petugas. Apalagi petugas pria yang melakukan pengambilan sidik jari ya. Jutek.
  • Area tunggu belum steril dari asap rokok. Ibu di sebelah saya dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya dengan pria yang merokok tak jauh dari situ. Tapi buat menegur sudah malas. Di negeri ini, pengabdi tembakau derajatnya lebih tinggi ketimbang orang yang ingin hidup sehat.
  • Tidak ada antrean yang jelas. Untung saja tadi tidak begitu ramai.
  • Masih terlihat petugas yang melakukan sesuatu di luar dari jobdesknya bahkan di meja kerja. Seperti apa? Makan/sarapan.

SEBERAPA PENTING SKCK?

Sumber gambar Kompas.com
Sumber gambar Kompas.com

Menurut saja pribadi, nggak penting. Sebab, tidak ada jaminan orang yang membuat SKCK tidak pernah membuat onar di lingkungan tempat tinggalnya. Lagi pula, orang yang mau nyaleg aja gak dimintain SKCK sehingga mantan koruptor masih bisa nyaleg kok. Lha ini orang yang mau cari pekerjaan kok dibikin ribet, padahal biaya yang dikeluarkan lumayan. Belum lagi biaya lain (cetak foto, parkir, fotokopi dan biaya bensinnya).

Yuk bisa yuk, normalisasi rekrutmen pekerjaan, tes beasiswa ini itu TANPA SKCK lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun