Jujur saya speechless. Saya sudah coba tanya ke PLN lewat twitter dan instagram mengenai hal ini. Namun tidak ada respon sama sekali. Apakah pimpinan PLN tidak tahu soal ini? Mau tutup mata? Ya silahkan saja.Â
bapak/ibu pimpinan yang membenarkan aksi pembongkaran meteran di mana itu di luar ketentuan ini apa nggak takut sama hari perhitungan menuju akhirat kelak? Apa bapak/ibu nggak merasa itu bentuk kezaliman?
Bayangkan berbagai macam situasi tak mengenakkan yang dirasakan warga di saat rumahnya gelap gulita ketika listriknya diputus di tengah segala macam kesulitan yang dihadapi?
Sekali lagi ya, yang perlu digaris bawahi, saya mendukung PLN melakukan pendisiplinan. Lucu juga kalau perusahaan negara kok ya merugi terus. Kalau untung begini kan enak ya. Saya pun ikut senang.
Tapi, lakukanlah dengan cara-cara yang sesuai ketentuan berlaku. Jika memang cara yang dilakukan PLN Palembang ini dibenarkan, maka ubah saja Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) dan perlakukan secara nasional. Silakan bongkar meteran warga jika lewat bayar tanggal 20. Tapi tetapkan peraturan itu secara nasional. Umumkan di semua sosial media PLN bila perlu ke media massa. Dengan demikian, nggak ada lagi celah bagi saya atau warga lain untuk protes. Dan kami semua akan manut sepenuhnya. Tapi kalau kayak sekarang itu gimana ceritanya?
Tulisan ini akan saya teruskan ke PLN dan semoga saja ada tanggapan dari pihak pimpinan terutama lagi PLN Palembang di mana saya tinggal. Namun, jika ternyata tidak ada tanggapan, ya sudah, setidaknya ini secuil upaya saya untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh banyak orang.
Terima kasih.
*ayuk adalah panggilan/sapaan terhadap wanita yang berusia lebih tua dalam bahasa Palembang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H