[Spoiler rate: 20-30%]
Sia dan Matilda sudah berminggu-minggu rutin mendatang kediaman Debika Chatterjee (Rani Mukerji) dan Anurag Chatterjee (Soumya Mukherjee) untuk memantau bagaimana pasangan imigran dari India ini menjalani kehidupannya di Stavanger, Norwegia.
Keduanya berasal dari sebuah lembaga yang katakanlah untuk memastikan anak-anak mendapatkan perlakuan dan kehidupan yang layak. Ya, sebagai negara maju, jelas hak-hak anak menjadi satu yang harus ditegakkan.
Selayaknya keramahan khas Asia, Debika memperlakukan Sia dan Matilda dengan baik. Keduanya sudah dianggap seperti kerabat sendiri. Apa yang ia makan dan minum itu pula yang ia suguhkan terhadap tamu mereka.
Kenapa Sia dan Matilda mau repot-repot melakukan pengawasan? sepertinya, ini terkait pengajuan berpindah kewarganegaraan yang dilakukan oleh Anurag. Sebagai seorang insinyur yang bekerja di industri besar, memperoleh paspor Norwegia bisa jadi terasa lebih menguntungkan baginya.
Sayang, tepat di hari terakhir penilaian, Sia dan Matilda malah membawa kabur Shubh dan Suchi yang berusia 6 dan 2 tahun. Keduanya "diculik" paksa dari orang tuanya hanya karena Sia dan Matilda menganggap Mr & Mrs Chatterjee ini tidak layak menjadi orang tua.
Sungguh nggak habis pikir. Hanya karena Debika yang kerap menyuapi anak dengan tangan atau membiarkan kedua anaknya tidur di satu ranjang dengan mereka, petugas lembaga perlindungan anak ini dengan gegabah mengambil kesimpulan jika Debika bukanlah ibu yang baik.
Padahal, tak ada yang dapat mengalahkan rasa cinta Debika terhadap kedua anaknya. Namun sialnya, hukum di Norwegia sangat ketat. Kedua anaknya harus tinggal di penampungan sementara sambil menunggu calon orang tua adopsi.
Luar biasa gundah dan gelisahnya. Suchi bahan masih menyusu langsung kepadanya. Sialnya, Anurag tak terlihat berjuang penuh. Ia lebih mementingkan pengajuan kewarganegaraannya ketimbang memperjuangkan kedua anaknya.
Banyak kasus serupa yang terjadi. Belakangan, dari penyelidikannya, Debika mendapari fakta bahwa Sia dan Matilda beserta lembaganya sengaja mencari-cari cara untuk melancarkan aksinya sebab apa, setiap anak yang berada di bawah pengasuhan lembaga, maka mereka akan mendapatkan uang dari pemerintahan Norwegia yang sangat besar.
Apa yang menimpa Depika semakin rumit dan pelik saat mertua dan iparnya hadir. Alih-alih mendapat dukungan, yang Debika dapatkan malah cacian dan kalimat-kalimat yang memojokkan.
"Bagaimana kamu bisa tak becus begini dalam mengurus anak, hah?" ujar ibu mertuanya.
Padahal, segala upaya dikerahkan Debika dalam mengurus dua anak yang masih kecil. Belum lagi, suaminya tak pernah sekalipun menyentuk pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah. Dan, kebayang kan betapa pedihnya ia yang tengah duka namun malah mendapatkan cacian yang luar biasa.
Lantas, apa yang dapat ia lakukan dalam "melawan" pemerintahan Norwegia itu?
* * *
Sepanjang nonton jujur saja saya ikutan gemas mendapati apa yang dilakukan lembaga itu untuk merebut anak-anak dari orang tuanya. Ironisnya Mrs.Chatterjee Vs Norway ini diangkat dari kisah nyata Sagarika Chakraborty di tahun 2011 yang harus berjuang bertahun-tahun demi mendapatkan anaknya kembali.
Di satu sisi, saya cukup memahami bahwa hadirnya lembaga semacam itu tujuannya baik demi melindungi anak. Tak dipungkiri bahwa ada banyak anak yang lahir di keluarga brengsek yang tidak memberikan hak anak sebagaimana mestinya.
Namun, apa yang dilakukan oleh lembaga Norwegian Child Welfare Services (nama disamarkan) ini jelas tak bisa dibenarkan juga. Apalagi jika memang terbukti mereka melakukannya atas dorongan lain yakni demi mendapatkan kucuran dana dari pemerintah.
Saat film ini tayang, Duta Besar Norwegia untuk India melakukan "protes" dengan menyebutkan bahwa apa yang disajikan dalam film tidak akurat. Sebagaimana yang saya kutip langsung dari IMDB ya bahwa Ambassador Frydenlund berkata, "Children will never be taken away from their families [in Norway] based on cultural differences described. Eating with their hands or having children sleeping in bed with their parents are not considered practices harmful to children and are not uncommon in Norway, irrespective of cultural background."
Sayangnya, sekali lagi apa yang diperlihatkan dalam film ini ya berdasarkan kisah nyata yang benar-benar terjadi.
Akting Rani seperti biasa bagus. Akting para pendukungnya juga dapat mengimbangi. Namun, dari segi skenario di beberapa bagian tampak terburu-buru dan di beberapa adegan tiba-tiba dimunculkan tokoh-tokoh penting yang sebelumnya tidak diperkenalkan dengan baik. Jadi, ya kadang mikir, "lha ini siapa? trus kok bisa dia turut andil."
Tapi untuk sebuah sajian yang utuh, jelas Mrs. Chatterjee Vs Norway adalah film yang menarik dan menginspirasi.
Skor 8,4/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H