[Spoiler rate: 30-40%]
Bondan (Willem Bevers) merasa ada sesuatu yang aneh pada matanya. Ia merasa kesakitan namun herannya dokter bilang itu hanya iritasi mata biasa. Semakin ditahan, semakin terasa ada sesuatu yang bergerak dan seolah ingin mencelat keluar dari bola matanya.
Sebagai anak, jelas ini juga membingungkan Esa (Deva Mahendra). Saat sang ayah kemudian tewas mengenaskan, Esa berusaha mencari tahu dan penyelidikannya bermuara kepada Ahmad (Lukman Sardi) orang terakhir yang ditelepon ayahnya sebelum meninggal.
Sayangnya, Ahmad berusaha menghindari saat Esa berusaha mengontak. Namun, ketika Ahmad tiba-tiba mendapati penyakit yang aneh, Esa berusaha meyakinkan pihak keluarga bahwa sakit yang diderita Ahmad mirip dengan apa yang menimpa ayahnya.
Tak mudah bagi Astuti (Imelda Therinne) sebagai istri untuk menerima kenyataan bahwa apa yang menimpa suaminya itu "sakit kiriman" alias teluh.
Ada banyak kejadian aneh di rumah mereka. Dari suara bergemuruh di atap, munculnya berbagai binatang di tempat-tempat tak lazim, hingga ditemukannya rangkaian paku yang dililitkan di rambut pada jaringan wastafel.
Ada banyak kemungkinan dan spekulasi. Belum lagi, muncul orang-orang dari masa lalu keluarga ini yang menjadikan teka-teka ini semakin terasa rumit dan... mencekam,
* * *
Wah keren banget!
Sebetulnya sejak awal tayang saya sudah dengar berbagai pujian terhadap serial besutan sutradara Kimo Stamboel (Rumah Dara, Ratu Ilmu Hitam) ini. Namun, saya berusaha sabar hingga keseluruhan episode yang berjumlah 10 itu betul-betul tayang di Disney.
Risikonya gede memang. Accidentally saya terkena spoiler saat scroll di IG dan lihat ada komen yang "menyembul" (padahal udah sengaja gak diklik postingannya biar gak baca ulasannya). Â Sangat menyebalkan dan rasanya bikin pingin ngamuk huaaaa. Tapi ya sudah, walau efek kejutannya ternodai namun saya masih penasaran dan ingin menuntaskan hingga akhir.
Di ending memang ada plothole yang begitu besar. Namun, masih dapat dimaafkan sebab ceritanya solid sejak awal dan akting para pemainnya bagus-bagus!
Banyak ulasan yang menyebutkan Mikha Tambayong "merusak" serial ini. Bagi saya pribadi, iya memang ada banyak adegan yang emosinya terasa kurang lepas. Namun nggak yang buruk sekali juga, sih. Masih oke. Mungkin juga ia sengaja dipilih sebab ada beberapa adegan panas yang harus ia lakukan dengan lawan mainnya yang untungnya menjadi suaminya sendiri di kehidupan nyata.
Saya juga setuju jika pemain pendukungnya begitu gemilang. Nggak ada tokoh yang bikin jelek. Bahkan saya kepikiran, "ternyata Indonesia banyak banget ya aktor yang keren!"
Oh ya, mengaitkan peristiwa nyata tentang pembantaian orang-orang yang dianggap memiliki ilmu hitam di Bayuwangi menjelang akhir 90-an juga bagus. Sehingga serial ini terasa lebih kaya.
Dengan adanya Teluh Darah ini, semakin optimis dengan film Indonesia. Benarlah, jika diberikan wadah yang tepat, Indonesia nggak kalah dalam menciptakan serial yang bagus seperti negara lain.
Skor 8,6/10
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI