"Coba ajak ayah nonton bioskop ntar malam."
Itu yang ibu "perintahkan" kepada saya dulu. Sekitar tahun 90-an saat saya berusia sekitar 5-6 tahun. Setelahnya, dengan cepat saya turun dari rumah panggung, menuju toko di bagian bawah untuk menyampaikan pesan itu ke bokap.
Nggak selalu mulus permintaan itu, tapi begitu ajakan itu berhasil, itu artinya saya, kakak dan orang tua akan menikmati momen-momen berada di bioskop. Walaupun, yeah, sesaat memasuki studio biasanya saya akan tertidur. Atau, kalau lagi beruntung melek dan menunjukkan adegan "romantis" di layar, orang tua akan sibuk menutup mata kami (saya dan kakak) menggunakan tangan mereka*.
Saya menikmati setiap momen yang ada. Biasanya, sebelum berangkat, orang tua akan membawa camilan martabak bangka. Walaupun sesampai di bioskop saya akan tetap merengek minta dibelikan permen milton atau permen pagoda.
Film aksyen, dan gak ada adegan itunya." Hehehe.
Itu siklus yang berulang. Rasanya, baru saat Speed (1994) tayang di bioskop, baru saya dapat menikmati film dari awal sampai akhir. Itu pun saya ingat betul penjual karcisnya bilang, "nonton ini aja, Pak.Ingatan-ingatan ini yang mendadak muncul saat saya menonton The Fabelmans. Film yang menceritakan secuil masa kecil hingga remaja sutradara Steven Spielberg lewat tokoh Sammy Fabelman yang begitu takjub dan terpukaunya saat pertama kali diajak oleh orang tuanya Burt Fabelman (Paul Dano) dan Mitzi Fabelman (Michelle Williams) menonton di bioskop.
Sammy kecil (Mateo Zoryan) begitu tersihir dengan adegan tabrakan kereta api yang ia tonton di bioskop. Lalu, dengan mainan yang ia punya, Sam berusaha mereka ulang adegan itu di rumah.
Ia makin bersemangat saat ibunya meminjamkan kamera milik ayahnya. Â Mulanya Sam menggunakan kamera itu secara diam-diam. Namun, belakangan ayahnya membiarkan apalagi diam-diam Burt ikutan takjub dengan film sederhana yang Sam buat dengan kedua adiknya.
Burt bekerja dalam bidang teknologi bersama sahabatnya Bennie (Seth Rogen). Keduanya "jenius" dan saling membutuhkan satu sama lain di keahlian masing-masing.
Makanya, saat Burt mendapatkan tawaran pindah ke Phoenix, Arizona, Mitzi sempat marah sebab Burt akan meninggalkan Bennie. "Kau harus punya cara untuk turut serta membawa Bennie," ujar Mitzi.
Ya, tentu saja Mitzi tak ingin Bennie menganggap Burt meninggalkannya. Mereka sejak awal saling membantu. Jikapun kepindahan Burt menjadi pintu kesuksesannya, setidaknya Bennie diberi kesempatan untuk menjajal jalan yang sama.
Sam dan kedua adiknya pun beranjak remaja. Kegemaran Sam (Gabriel LaBelle) terhadap kamera film semakin menjadi-jadi. Dengan properti seadanya, Sam membuat film koboi bersama teman dan adik-adiknya. Film yang tayang di bioskop kecil itu mendapat sambutan yang antusias.
Selama 2,5 jam durasinya, kita akan diajak untuk menyelami pikiran Sam dan diajak tumbuh bersama kecintaannya terhadap film.
Film tak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga keluarganya. Saat keluarga ini harus pindah lagi ke California, permasalahan mereka semakin kompleks.
Sam harus menghadapi perundungan di sekolah karena ia seorang Yahudi dan badannya kecil. Di sisi lain, ia harus menanggung sendiri situasi di rumah di mana hubungan kedua orang tuanya yang sedemikian harmonis rupanya tidak sepenuhnya baik-baik saja.
Namun, di sinilah kehebatan sutradara Steven Spielberg dalam menceritakan kehidupan masa kecil dan remajanya. Walaupun Sam remaja harus berkutat menghadapi berbagai situasi sulit di saat yang bersamaan, gairah Sam terhadap film pun tetap diperlihatkan dinamika naik turunnya.
Sebagaimana Sam yang memandang film sebagai urat nadinya, sebagai penonton, saya pun turut merasakan betapa magisnya keberadaan film terhadap sosok penonton seperti Sam sehingga menjadikan film sebagai jalan hidupnya di kemudian hari.
Sebuah film yang luar biasa. Skenario yang apik dipadukan dengan akting pemainnya yang cemerlang. Mulai dari Paul Dano yang gamang, Gabriel LaBelle yang piawai memperlihatkan perubahan emosi di masa remajanya, terutama lagi Michelle Williams yang berperan sebagai istri dan ibu yang diam-diam rapuh.
The Fabelmans mungkin bukan karya terbaik Steven, tapi jelas film ini mempunyai arti yang teramat spesial bagi sutradara kawakan itu.
Skor 8,7/10
*Ya, tahun segitu yang sering tayang film-film Indonesia dengan muatan seks yang lumayan banyak ya hehe, jelas kalau terjadi sekarang, orang tua akan viral di sosmed karena mengajak anak di bawah umur untuk nonton film dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H