[Spoiler rate: >50%]
Bagi sebagian orang, mengunjungi klub sudah jadi kegiatan rutin untuk melepas stres sembari joget, minum dan mencari teman kencan. Sebetulnya, hal yang sama berlaku juga pada Jeffrey Dahmer (Evan Peters) yang rutin mendatangi satu klub untuk mencari teman kencan satu malam.
"Aku seorang fotografer. Kau akan kuberi 100 dolar jika mau menjadi model fotoku," rayu Dahmer kepada pengunjung klub yang ia "incar".
Bedanya, pria-pria yang berhasil ia ajak ke rumah tak semuanya berhasil pulang. Sebagian dari mereka terbunuh di mana tubuh mereka dikuliti, dihancurkan di sebuah tong cairan kimia, dan sebagian dari organ tubuh mereka disimpan sebagai koleksi.
Ya, Jeffrey Lionel Dahmer (21 Mei 1960-28 November 1994) adalah seorang pembunuh berantai dan pelaku pelecehan seksual yang telah membunuh 17 pria (sebagian lagi berusia remaja) antara tahun 1978 hingga 1991 di Milwaukee sehingga ia dijuluki orang-orang sebagai The Milwaukee Monster.
Sebagian warganet mengaku tak sanggup menonton serial yang terdiri dari 10 episode ini. Menurut mereka, apa yang dilakukan oleh Dahmer terlampau keji.
Ya, adegan pemerkosaan, mutilasi, nekrofilia dan kanibalisme (yes, beberapa organ dalam korbannya ia makan), memang disajikan dengan cukup eksplisit.Â
Walaupun, harus jujur saya bilang, jika dibandingkan film slasher dari Korea Selatan, apa yang ditampilkan di serial Dahmer ini masih belum ada apa-apanya.
Yang saya suka, sejak episode pertama, Dahmer sudah diperlihatkan ditangkap. Jadi, ini serial yang tidak menawarkan rasa kesal penonton mengenai kapan si pembunuh akan tertangkap (sebagaimana yang disajikan lewat serial The Serpent misalnya).
Nah, jika Dahmer saja sudah tertangkap sejak di episode pertama, lantas apa yang mau diceritakan di episode selanjutnya? ini dia yang bikin saya betah menonton hingga selesai. Kreator Ian Brennan dan Ryan Murphy lebih menyorot sisi psikologis para pemainnya.
Tak hanya sosok Jeffrey yang secara perlahan diperlihatkan apa yang menyebabkan ia tumbuh menjadi pembunuh keji semacam itu.Â
Namun, kehidupan orang tuanya Lionel Dahmer (Richard Jenkins) & Joyce Dahmer yang tak harmonis, sedikit banyak berpengaruh ke pembentukan karakter dan aspek psikologis anak sulung mereka itu.
Di sisi lain, sang nenek, tetangga Glenda Cleveland (Niecy Nash), hingga sebagian kecil korbannya juga diangkat.
Yang menarik lagi, betapa busuknya polisi di sana pun mendapatkan sorotan cukup banyak. Glenda yang merupakan tetangga paling dekat sudah sering kali melaporkan kejadian aneh di kamar sebelah.Â
Serupa bau busuk yang sering tercium, jeritan-jeritan dan suara benturan di tengah malam, bahkan ironisnya saat salah satu korban berhasil lolos, polisi masih menganggap enteng semuanya.
Barulah saat korban terakhir berhasil lolos dan apartemen Jeffrey digeledah, polisi baru menyadari betapa mengerikannya sosok pemuda berusia 34 tahun itu.
Ini bukan kali pertama sosok Jeffrey Dahmer diangkat ke sebuah tayangan. Sebelum ini sudah ada beberapa film dan tayangan dokumenter yang memperlihatkan sepak terjangnya.Â
Di serial ini pun, ada kalanya disisipi dengan suara rekaman asli orang-orangnya, misalnya saja suara asli Glenda saat melapor ke 911.
Evan Peters (X-Men: Dark Phoenix, Wandavision) sungguh piawai memerankan sosok pembunuh keji ini. Secara umum, Jeffrey Dahmer memang terlihat seperti pemuda biasa pada umumnya.Â
Namun, saat hasrat membunuhnya tiba-tiba muncul, sorot matanya seketika berubah dan Evan begitu piawai memperlihkan perubahan sikap si psikopat ini.
Dahmer - Monster: The Jeffrey Dahmer Story memang bukan jenis tontonan bagi banyak orang. Kisah kehidupan nyata Jeffreynya sendiri pun sudah sedemikian pelik. Namun, jika penasaran dan tertarik untuk mengulik sisi psikologis ragam manusia, serial ini dapat disaksikan.
Ya, dari menonton tayangan ini, yang dapat saya simpulkan adalah... pada akhirnya peran orang tua terhadap tumbuh kembang seorang anak itu sangat penting.Â
Sudah sepatutnya, semua orang yang ingin menikah dan berencana menjadi orang tua mendapatkan pemahaman yang cukup tentang dasar-dasar parenting.Â
Sebab, kesiapan orang tua dalam mendidik dan membesarkan, dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan sang anak dan orang-orang disekitarnya.
Skor 8,4/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H