Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sebelum Shinzo Abe, Wali Kota Nagasaki Juga Tewas Tertembak

9 Juli 2022   12:49 Diperbarui: 12 Juli 2022   09:10 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bagian dari Kompal/dok.Kompal

Kemarin, Jumat 8 Juli 2022 kita semua dikejutkan dengan kabar mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang tertembak sebanyak dua kali. Saya  pertama kali mengetahui kabar itu sekitar pukul 11 pagi dari sebuah tweet yang dibuat oleh Kompas TV. Saat itu, belum diketahui keadaan Shinzo Abe apakah selamat atau tidak.

Barulah kita semua ketahui bahwa perdana menteri yang dengan masa jabatan terlama sepanjang sejarah Jepang ini (sebab ia menjabat selama 4 periode) dinyatakan tewas. Shinzo Abe meninggal di usia 67 tahun saat berpidato politik di dekat stasiun Yamato-Saidaiji, Kashihara, Nara.

Tetsuya saat ditangkap | Sumber gambar The Jakarta Post
Tetsuya saat ditangkap | Sumber gambar The Jakarta Post

Pelakunya Tetsuya Yamagami langsung ditangkap saat itu juga. Pria berusia 41 tahun yang merupakan mantan anggota Angatan Laut Bela Diri Jepang ini melakukan pembunuhan menggunakan senjata rakitan. Sampai sekarang, belum diketahui apa motif pria itu melakukan pembunuhan terhadap mantan Perdana Menteri yang sangat berjasa untuk Jepang itu.

WALIKOTA NAGASAKI JUGA TEWAS TERTEMBAK

Mundur ke belakang, tepatnya pada tanggal 17 April 2007, kejadian serupa pun pernah terjadi dan menimpa Iccho Itoh, Walikota Nagasaki yang saat itu tengah berkampanye pemilihan ulang untuk masa jabatan keempatnya.

Sama seperti Shinzo Abe, Itoh juga ditembak dua kali pada bagian belakang dari jarak dekat oleh seorang pria bernama Tetsuya Shiroo yang merupakan pimpinan Suishin-Kai, sebuah kelompok yakuza berbasis di Nagasaki yang juga berafiliasi dengan Yamaguchi-gumi, organisasai yakuza terbesar di Jepang.

Adapun motif penembakan itu ialah diyakini sebagai dendam pribadi sebab perusahaan konstruksi yang terkait dengan Suishin-kai telah ditolak kontraknya oleh pemerintah kota dan ada juga kejadian saat Shiroo mengajukan klaim asuransi untuk kerusakan mobilnya saat ia "terjebak" di lubang yang digali untuk umum. Saat itu, pemerintah kota menolak memberikan kompensasi kepadanya.

Peristiwa penembakan Iccho Itoh | Sumber gambar Reddit.com
Peristiwa penembakan Iccho Itoh | Sumber gambar Reddit.com

Atas perbuatannya itu Tetsuya Shiroo diancam hukuman mati. Mulanya, dia dijatuhi hukuman mati pada 26 Mei 2008, namun, Pengadilan Tinggi Fukuoka mencabut hukuman mati itu dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup pada 20 September 2009. Tetsusa sendiri akhirnya meninggal dunia pada tahun 2020 lalu.

Itoh adalah walikota Nagasaki kedua yang ditembak. Pendahulunya Hitoshi Motoshima pun pernah tertembak pada tahun 1990 namun selamat. Sayang, Itoh tak seberuntung Hitoshi dan harus meregang nyawa dibunuh dengan cara yang tragis.

Yang menarik, saat Itoh tewas tertembak, Shinzo Abe yang saat itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang memberikan statement, "Pembunuhan, yang terjadi di tengah kampanye pemilihan ini adalah ancaman terhadap demokrasi." Ironisnya 15 tahun kemudian, Shinzo Abe pun mengalami kejadian yang serupa. Sungguh sebuah preseden buruk terlebih Jepang dikenal sebagai salah satu negara teraman di dunia.

PENEMBAKAN KELIMA POLITISI JEPANG

Apa yang menimpa Shinzo Abe ini secara tak langsung mengingatkan lagi akan luka yang sama di mana para politisi Jepang pernah terancam keselamatannya dengan cara ditembak. Seperti yang saya singgung sebelumnya apa yang menimpa Hitoshi Motoshima di tahun 1990 itu adalah kejadian pertama penembahkan terhadap politisi Jepang. Hitoshi saat itu selamat walapun terluka parah.

Dua tahun berselang, giliran Kanemaru Shin yang menjadi sasaran penembakan anggota kelompok sayap kanan. Shin yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Pertahanan Jepang dari 1977 hingga 1978 itu diserang di Prefektur Tochigi saat menghadiri sebuah acara. Beruntung, Shin tidak terluka dan berhasil menyelamatkan diri.

Bos yakuza saat ditangkap di Thailand | Sumber gambar Kompas.com
Bos yakuza saat ditangkap di Thailand | Sumber gambar Kompas.com

Lagi-lagi berselang 2 tahun dari apa yang menimpa Shin, mantan Perdana Menteri Hosokawa Morihiro mendapatkan intimidasi oleh ekstremis sayao kanan Masakatsu Nozoe yang saat itu melepaskan tembakan ke langit-langit hotel di Tokyo tempat Hosokawa berpidato. Itu dilakukan Nozoe sebagai protes atas pernyataan Hosokawa. Beruntung, PM Hosokawa selamat.

Sebelum kejadian yang menimpa Shinzo Abe, serangan penembakan terjadi 27 tahun lalu saat Takaji Kunimatsu, seorang Komisaris Badan Kepolisian Nasional Jepang ditembak dan terluka parah di dekat kediamannya. Beruntung saat itu Takaji pun selamat.

Jadi, dari kelima kejadian penyerangan dan percobaan pembunuhan menggunakan senjata api, hanya 2 yang berakhir sangat tragis dan menyebabkan kematian. Yakni yang menimpa walikota Nagasaki Iccho Itoh dan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.

JEPANG JADI NEGARA PERCONTOHAN TERHADAP KEPEMILIKAN SENJATA

Beberapa waktu sebelum peristiwa penembakan yang menewaskan mantan PM Shinzo Abe, media barat mengangkat isu seputar ketatnya proses kepemilikan senjata di Jepang. CBS News misalnya, kantor berita asal Amerika Serikat itu secara khusus membuat berita seputar ketatnya proses kepemilikan senjata di Amerika Serikat.


Tentu hal ini menjadi topik hangat sebab kasus penembakan di Amerika Serikat massih sangat tinggi. Seperti yang mereka tulis bahwa Jepang menjadi negara dengan tingkat kekerasan senjata terendah di dunia. Bayangkan saja, ada lebih dari empat pembunuhan senjata api di Amerika Serikat per 100.000 orang selama 2019, sedangkan di Jepang itu setara 0 korban.

Situs berita Bussines Insider yang juga berasal dari Amerika Serikat bahkan menuliskan rentetan peristiwa mengenai kepemilikan senjata di Jepang. Jadi, keberhasilan Jepang dalam menekan angka kematian akibat senjata erat kaitannya dengan sejarahnya. Setelah Perang Dunia II, pasifisme muncul sebagai sala satu filosofi negara Jepang.

Berita yang dimuat oleh Business Insider | Sumber gambar businessinsider.nl
Berita yang dimuat oleh Business Insider | Sumber gambar businessinsider.nl

Polisi baru mulai membawa senjata api setelah pasukan Amerika membuatnya di tahun 1946. Dalam hukum Jepang pada tahun 1958 disebutkan bahwa tidak ada orang yang boleh memiliki senjata api.

Saat pemerintah melonggarkan undang-undang tersebut, pemerintah melakukan kontrol yang sangat ketat. Di Jepang, jika seseorang ingin memiliki senjata, mereka harus menghadiri kelas, lulus tes tertulis dan harus memiliki minimal 95% akurasi selama tes menembak.

Mereka juga harus lulus evaluasi kesehatan mental yang dilakukan di rumah sakit. Dan juga, lulus pemeriksaan latar belakang, di mana pemerintah akan menggali catatan kriminal dan mewawancari teman dan kerabat mereka. Jika lolos, mereka pun hanya dapat membeli senapan angin dan bukan pistol. Hebatnya lagi, setiap 3 tahun mereka harus mengulangi kelas dan tes dari awal.

Menurut sebuah organisasi global yang mengawasi transfer senjata, hanya 0,6 orang dari 100 orang yang memiliki senjata di Jepang. Dibandingkan dengan 6,2 di Inggris dan 88,8 di Amerika Serikat. Dengan data ini, bayangkan saja, dari 100 orang, berarti "hanya" 12 orang yang tidak punya senjata di Amerika Serikat. Tak heran angka penembakan di sana begitu tinggi.

Info seputar hukum kepemilikan senjara di Jepang | Sumber gambar: www.aa.com.tr
Info seputar hukum kepemilikan senjara di Jepang | Sumber gambar: www.aa.com.tr

Karena prosedur pengendalian senjata yang ketat, Jepang yang berpenduduk lebih dari 127 juta orang itu, melaporkan hanya tiga kematian akibat senjata pada 2019, menjadikannya 0,02 per 100.000 orang.

Lantas, kenapa bisa Tetsuya memiliki senjata? Ya itu tadi, dia merakit sendiri. Sepertinya, dengan adanya kejadian ini, pemerintah Jepang akan mengevaluasi lagi. Misalnya, dengan cara meblokir tayangan/tontonan yang memandu orang untuk dapat merakit senjata, termasuk memblok penjualan onderdil senjata itu sendiri. Saya yakin Tetsuya akan melewati penyelidikan yang begitu ketat.

Sekali lagi, kita berduka atas berpulangnya PM Shinzo Abe. Dan, semoga ke depan tidak ada lagi kasus penembakan di Jepang. Sedangkan, untuk di negara lain, ya harapannya juga sama. Semoga kepemilikan senjata dapat dilakukan dengan sangat ketat sehingga tidak ada masyarakat biasa yang menjadi korban.

Tulisan ini terinpirasi dari penjelasan Jurnalis Metro TV Iqbal Himawan lewat tayangan IG storynya.

Penulis bagian dari Kompal/dok.Kompal
Penulis bagian dari Kompal/dok.Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun