Menjelang lebaran tadi, linimasa sosial media saya dipenuhi dengan iklan berbagai kebutuhan barang menjelang lebaran. Sebagian dari teman-teman saya pun melakukannya. Awalnya, saya cukup heran sebab yang saya ketahui, teman-teman saya itu tidak memiliki usaha yang memproduksi barang-barang yang mereka perjual belikan.
Ada yang jualan kue kering, padahal saya tahu persis sehari-hari dia udah sibuk kerja kantoran. Sepupu saya yang lain, bergeriliya menawarkan ikan giling lewat sosial media dan aplikasi pesan singkat, padahal dia sama sekali nggak punya usaha itu.
"Itu kakak ngejualin punya temen. Lumayan kan, kalau 1 kg ikan giling dapat untung Rp.5000. Kalau kejual 10 kg aja perhari udah dapet Rp.50.000"
Wah iya juga ya. Apalagi, ikan giling adalah sesuatu yang banyak dicari oleh masyarakat Palembang sebab umumnya saat lebaran masyarakat di Palembang menyediakan panganan berupa pempek dan turunannya (model, tekwan, laksan, celimpungan, dsb).
Ini hubungan simbiosis mutualisme. Sepupu saya nggak perlu repot terjun ke pasar, mencari pemasok ikan, menyiangi dan membersihkannya, lalu menggiling hingga kemudian pengemasan. Dia tinggal memasarkan lewat foto ikan giling siap jual. Begitu ada yang pesan, tinggal ambil, antarkan dan dapat uangnya. Praktis!
Di sisi produsen ikan giling juga jelas terbantukan. Dengan banyaknya reseller (sebagaimana sepupu saya itu), maka ikan yang mereka jual lebih cepat laku. Produksi ikan giling pun bisa terus berjalan (sehingga dapat memberikan pemasukan bagi karyawan). Sungguh bisnis yang menguntungkan satu sama lain, asalkan asas kepercayaan dijunjung tinggi.
"Seperti apa?"
Ya misalnya, ikan giling yang dijual emang berkualitas terbaik. Kan sepupu bakalan malu serta dapat komplain kalau kualitas daging ikannya sudah tidak segar. Di sisi lain, andai kata produsen memberikan kepercayaan kepada reseller untuk mengambil dulu barangnya dan membayar kemudian setelah uang didapatkan dari pembeli, maka reseller harus menjaga kepercayaan itu.
MENGHEMAT BIAYA OPERASIONAL
Selain keberadaan reseller dapat meningkatkan angka penjualan, dari sisi produsen keberadaan reseller ini juga menghemat biaya operasional. Jelas, produsen nggak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mengupah karyawan, biaya transportasi penjualan, serta biaya sewa bangunan.
Produsen bisa bikin satu-dua cabang. Dan fokus untuk membiayai operasional cabang itu saja. Namun, dengana danya reseller, cakupannya jauh lebih luas. Dalam contoh ikan giling, yang dapat membeli bukan hanya masyarakat di Palembang saja, tapi orang-orang yang tinggal di kabupaten lain juga dapat dijangkau dengan keberadaan reseller ini.Â
Jadi, keuntungan lainnya jelas, target pasar akan lebih melebar sehingga perlahan produk yang dipasarkan akan makin dikenali oleh banyak orang dan lama kelamaan akan semakin terkenal dan besar.
BUKAN SEKADAR RESELLER
Tentu, untuk menjadi seorang reseller tak sebatas mengambil barang dan menjual kembali. Namun, tetap saja ada strategi-strategi yang dibutuhkan agar hasilnya maksimal. Pertama, tentukan produk apa yang mau dijual. Kalau saya pribadi sih, produk yang biasa dipakai tentu akan lebih enak menjualnya. Sebab kita sendiri adalah contoh dari pengguna produk tersebut.
Lalu, harga jual tidak boleh juga terlalu mahal. Dari produsen biasanya sudah ada harga yang berbeda yang diberikan kepada para reseller. Jadi tanpa mark up harga terlalu tinggi tetap mendapatkan untung.
Yang terpenting lagi adalah mengenali produk. Kita tentu harus siap mendapati pertanyaan-pertanyaan standar seputar produk yang kita jual sehingga membekali informasi yang cukup menurut saya jadi sebuah keharusan.
Dan yang terakhir, harus memasarkan dengan cara yang tepat dan mengenali kompetitor. Kita harus tahu apa kelebihan produk yang kita jual terutama dari produk-produk pesaing. Dalam hal memasarkan, juga tidak boleh berlebihan (dengan spam di WAG misalnya, alih-alih orang akan sebel dan terganggu).
Nah, jika hal-hal di atas sudah diketahui dan dikuasai, maka perjalanan untuk menjadi reseller yang suskes memasarkan produk kini terbuka lebar.
Berdiri sejak 2013, PT.Kosmetika Cantik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan MS Glow ternyata juga melakukan cara yang sama dalam pemasaran. Perusahaan yang memiliki moto Magic For Skin ini semakin melesat perkembangannya karena memiliki banyak stockist berupa distributor, agen, member dan juga reseller.
MS Cosmetic bahkan memiliki aplikasi find seller untuk memudahkan konsumen menemukan seller MS Cosmetic terdekat untuk berbelanja.
Dengan 14 cabang di berbagai kota besar, MS Glow cakupan penjualannya jauh lebih luas dengan keberadaan para reseller ini. Sekarang, di dunia skin care siapa coba yang nggak kenal MSGlow dan J99.Orang-orang terdekat saya pun mempercayakan produk-produk dari MSGlow untuk memproteksi kesehatan kulit mereka terutama di wajah.
Tak mengherankan jika perusahaan yang didirikan oleh duo pasangan Gilang Pramana dan Shandy Purnamasari itu kini semakin melesat dan unjuk gigi dalam produk skincare. Nah, apakah kamu berminat menjadi salah satu reseller mereka? Boleh banget dicoba, kan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H