Elisa Esposito (Sally Hawkins) adalah seorang petugas kebersihan di sebuah fasilitas penelitian rahasia. Bersama Zelda (Octavia Spencer), biasanya ia bekerja mulai tengah malam dan pulang saat matahari terbit.Â
Rutinitas ini berlangsung lama dan mendadak berubah saat satu malam, ia dan Zelda diminta untuk membersihkan ruang penelitian yang tidak sembarangan orang masuk.
Betapa kagetnya Elisa saat mendapati ruangan itu penuh darah. Rupanya itu darah Richard (Michael Shannon), salah satu petinggi yang dua jarinya putus karena digigit sesosok makhluk yang tengah mereka teliti.
Makluk itu bentuknya menyerupai manusia (bahkan tampak sekali jenis kelaminnya jantan). Hanya saja, makluk yang ditangkap dari Sungai Amazon ini badannya diselimuti sisik. Ya, mirip manusia ikan walaupun di tempat asalnya, makluk ini dianggap dewa.
Mulanya Elisa juga takut dengan keberadaan makluk ini. Namun, entah kenapa muncul ketertarikan darinya untuk mengenal dan berinteraksi lebih lanjut. Jadilah, dengan mengendap-endap, Elisa akan masuk ke ruangan itu untuk memberi telur rebus dan menyetel lagu dari alat musik yang ia bawa.
Makluk itu tidak bisa berbicara. Sebagaimana Elisa yang bisu namun tidak tuli. Mungkin, karena adanya kesamaan itu, Elisa merasa nyaman untuk terus berada di dekat makluk ini.Â
Tentu interaksi ini bukan tanpa risiko. Bagaimana pun, itu adalah makluk buas yang dari gigitannya mampu memotong jari manusia. Namun, Elisa tak pernah takut.
Pasca penelitian yang memakan waktu berhari-hari, Richard tidak menemukan satu hal yang spesial dari makluk ini. Makanya, ia memutuskan untuk membunuh makluk itu karena dianggap useless.Â
Hal ini ditentang oleh peneliti lain Dr.Robert Hoffsteler (Michael Stuhlbarg) yang meminta perpanjangan waktu untuk meneliti lebih lama.
Sayangnya permintaan itu ditolak oleh Richard sebagai atasannya. Padahal, permintaan Robert tidaklah berlebihan. Beberapa kali ia mendapati Elisa tengah "berbincang" dengan makluk itu sehingga Robert berkesimpulan bahwa makluk itu sesungguhnya dapat diajak berkomunikasi.
Naas Richard masih tak bergeming. Keputusannya sudah bulat bahwa makluk-tak-berguna itu harus segera dibunuh alih-alih dikembalikan ke air/laut.Â
Lantas, apa yang dapat Elisa lakukan untuk menyelamatkan makluk itu dari waktu eksekusi yang direncanakan atasannya?
* Â * Â *
Bersetting di tahun 1960-an, film ini hadir dengan tone warna yang gelap sebagaimana kekhasan sutradara Guillermo del Toro. Film yang berhasil meraih 13 nominasi di ajang Academy Award (dan berhasil memenangkan 4 di antaranya termasuk kategori bergengsi sutradara dan film terbaik) ini memang tak sekadar mengangkat kisah cinta yang absurd.
Ya, cinta yang absurd antara manusia dan makluk seram sudah seringkali diangkat, bukan? Namun, berbagai elemen yang ada di film ini, baik itu dari skenarionya (dibuat oleh Vanessa Taylor), sinematografi hingga akting pemainnya luar biasa bagus.
Satu yang unik, rupanya sejak awal sutradara Guillermo del Toro tak hanya sekadar menginginkan Sally Hawkins sebagai pemeran utamanya. Namun, sesungguhnya tokoh Elisa ini memang "diciptakan" untuk dirinya.Â
Nggak heran jika Sally Hawkins juga mendapatkan nominasi aktris terbaik walau harus kalah dari aktris Frances McDormand lewat film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri.
The Shape of Water ini selain sukses di festival film, namun juga sukses secara pendapatan. Dengan budget kurang dari 20 juta dolar, film yang kini tayang di Disney+ ini juga berhasil meraup keuntungan sebesar 195 juta dolar. Sebuah pencapaian yang mengagumkan.
Skor 8,8/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H