Yang menarik, salah satu pembuat poster itu juga melakukan klarifikasi lewat IGS akun instagramnya @_nisaalyas dan membahas soal asonansi yang menurut KBBI berarti pengulangan bunyi vokal dalam deretan kata.
Saya sih bukan lulusan sarjana sastra Indonesia ya, tapi sepemahaman awam saya, nggak tepat juga kalau kalimat-kalimat yang ditulis memakai istilah asonansi itu. Saya nggak tahu istilah tepatnya apa. Mungkin dia pakai salah satu majas? Majas ironis misalnya, yang dipakai untuk menyindir secara halus, tapi ya balik lagi kayaknya juga itu pun masih belum pas.
MELUCU BUTUH KREATIVITAS TINGGI
Sebagai pribadi yang agak sulit dibuat ketawa terhadap satu guyonan (orang lain ketawa, saya bengong. Saat orang lain bengong, gantian saya ketawa biasanya ^^), saya angkat topi kepada orang-orang yang profesinya lekat dengan cara menghibur orang. Apapun itu.
Mau itu host/pembawa acara, ulama (bukankah pesan moral yang sampaikan dengan jenaka akan lebih ngena?) dan terutama lagi ya para pelawak atau para komika.
Sebab, menurut saya membuat materi lawakan/guyonan itu susah luar biasa. Salah sedikit, pendengarnya dapat tersinggung (atau sengaja disinggung kalau lagi roasting? Hehe). Ingat kejadian Chris Rock VS Will Smith, dari becandaan jadi panjang, kan!
Makanya, kalau mau bikin lelucon atau katakanlah cari perhatian saat demo, butuh jam terbang dan juga kreativitas tanpa harus merendahkan diri sendiri. Ya, sebagian teman perempuan saya berpendapat bahwa tulisan-tulisan itu secara nggak langsung merendahkan si perempuan sendiri pada umumnya.
Lantas, bagaimana caranya untuk mendapatkan perhatian? Eh, perhatian siapa dulu? Kalau perhatian pemerintah, ya pasti udah dapet. Saat ribuan orang datang, petugas keamanan dikerahkan dsb, tanpa melihat satu demi satu tulisan yang dibuat para demonstran pesannya pasti udah dapat dipahami.