"Kenapa kau memilih jadi hakim untuk kasus kejahatan anak?"
Pertanyaan itu dilontarkan oleh hakim Cha Tae-Ju (Kim Moo-Yul) kepada Sim Eun-Seok (Kim Hye-Soo) yang baru dipindahkan ke kantor tersebut. Hakim Cha penasaran sebab tak banyak hakim yang mau fokus menangani kasus kejahatan anak sebab jenjang kariernya tidak seideal hakim yang menangani kasus lain.
"Aku benci penjahat anak," ujar hakim Sim dingin cenderung ketus.
Sejak awal Hakim Sim muncul, suasana kantor tersebut memang jadi terasa kurang hangat. Hakim Sim sangat pendiam. Pimpinannya Kang Won-Jung (Lee Sung-Min) pun tak begitu menyukainya. Terlebih, hakim utama Kang merasa Sim dapat mempersulit dirinya untuk mencalonkan diri menjadi anggota parlemen.
Di hadapan penjahat anak yang sudah menjalani program pembinaan pun hakim Sim tak menunjukkan simpati sedikit pun. Padahal, anak-anak itu sudah menjalani pembinaan dan berjanji untuk menjalani kehidupan lebih baik kedepannya.
Tapi, intuisi hakim Sim terbukti. Salah satu anak bina yang mereka temui di restoran kedapatan mencuri dompet. Hakim Cha yang segenap hati memantau program pembinaan anak-anak ini pun jadi bersedih. Janji anak itu untuk menjalani kehidupan yang lebih baik ke depannya langsung terpatahkan akan adanya insiden pencurian dompet di restoran.
Kasus kejahatan anak terus bermunculan. Satu kali, Hakim Sim harus berhadapan dengan seorang anak pembangkang. Namun, setelah diusut, rupanya sang anak mengalami kekerasan di rumah. Ia kerap disiksa oleh sang ayah sedangkan sang nenek hanya bisa memohon pemakluman kepada cucunya untuk memaafkan ayahnya.
Cara Hakim Sim dalam memvonis satu perkara seringkali menimbulkan tanya. Alih-alih menangkap sang ayah pelaku kekerasan, Hakim Sim malah memvonis bersalah sang anak sehingga anak tersebut harus masuk program pembinaan.
"Dia tidak bersalah, kenapa malah dia yang harus divonis bersalah?" cecar Hhakim Cha.
Namun, belakangan Hakim Cha sadar bahwa Hakim Sim terpaksa "menahan" sang anak untuk memberikan perlindungan. Sebab, jika terus berada di rumah, maka sang anak akan terus disiksa dan ditakutkan akan terjerumus ke jurang prostitusi sebab sang ayah selalu menuntut diberikan uang.
Diam-diam Hakim Sim mengumpulkan bukti. Walaupun dia bukan tim penyelidik, namun atas dasar nalurinya dia berusaha bergerak dengan caranya sendiri. Saat di persidangan dan orangtua harus hadir, di situlah Hakim Sim berusaha "menjebak" agar tindakan kekerasan itu terkuak dan sang ayahlah yang kemudian pantas dipenjara.
Kasus lain yang tak kalah menarik saat di sebuah sekolah elite tempat anak para pejabat dan pesohor bersekolah muncul dugaan kebocoran soal ujian. Ironisnya, salah satu pelakunya adalah anak dari hakim utama Kang.
Di sinilah kemudian dituntut kejelian dan kenetralan dalam membuat satu putusan hukum. Jelas tidak mudah sebab hakim Kang pun berusaha mencari cara untuk membebaskan anaknya dari tuduhan. Hubungan junior dan pimpinan itu berlangsung begitu pemanas yang diakhiri dengan ending bahwa apa pun bentuknya, hukum harus ditegakkan.
Walau, tak selamanya hukum dapat sepenuhnya berpihak pada korban. Sebab, hukum dibuat berdasarkan barang bukti yang ditemukan. Ini yang kemudian menjadi pelik dan membuat satu tindak kejahatan tidak dapat diproses secara adil.
Kasus puncak yang ditangani oleh Hakim Sim yakni menyangkut pemerkosaan massal yang dilakukan sekelompok anak. Hakim Sim sangat terpukul saat mengetahui salah satu pelakunya ternyata berkaitan langsung dengan hidupnya di masa lalu.
Di mana, hidupnya tercerabut, hancur, dan menjadikan hatinya begitu keras terhadap semua tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak. Jika bagi sebagian besar hakim mengusut dan memvonis kejahatan anak harus berkejaran dengan waktu (mengingat ada patokan usia anak di Korea yang tidak dapat dijerat hukum), namun bagi Hakim Sim, kejahatan anak harus dilihat secara menyeluruh bahkan diproyeksikan ke depan. Sebab, jika ada kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak dibiarkan, maka ke depan mereka akan melakukan kejahatan yang jauh lebih buruk.
* Â * Â *
Juvenile Justice atau Peradilan Anak adalah drama terbaru keluaran Netflix yang berisi 10 episode. Ini kali pertama saya menyaksikan drama yang secara fokus menyoroti kejahatan anak. Di film atau drama lain, biasanya diangkat sekilas saja.
Jika di drama lain yang banyak berperan adalah polisi atau jaksa, maka di drama ini profesi hakim yang jadi jualan utamanya. Sepak terjang hakim di serial ini dihadirkan dengan apa adanya.Â
Ada yang keras dan sangat ketat terhadap hukum seperti hakim Sim, namun ada juga yang terlihat masa bodo dengan pemberian vonis yang sayangnya lebih banyak menguntungkan pelaku kejahatan anak.
Walau jadinya agak timpang sih ya. Sebagaimana yang dibahas di serial, bahwa bukanlah tugas seorang hakim untuk melakukan penyelidikan. Hakim ya "hanya" bertugas memberikan vonis kepada pelaku berdasarkan bukti yang sudah dikumpulkan oleh penyidik.Â
Nah terkadang Hakim Sim kelewat jauh dalam bertindak. Misalnya dengan mendatangi lokasi kejahatan, mengejar pelaku sampai membahayakan nyawanya sendiri.
Saya suka drama ini karena memberikan sudut pandang baru terhadap peradilan remaja. Namun, dengan "hanya" 10 episode, jalinan kisahnya terasa terburu-buru. Sepertinya bisa lebih dikembangkan lagi.Â
Saya juga kerap terganggu dengan ekspresi dingin Hakim Sim walau di episode akhir baru ketahuan sikap dinginnya karena dia menyimpan begitu banyak luka di masa lalu.
Skor 8,2/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H