Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Cara yang Mungkin Dilakukan Pegawai Bank untuk Mencuri 1,6 Miliar Uang Nasabah

26 Maret 2022   14:14 Diperbarui: 29 Maret 2022   13:25 3331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuasa hukum nasabah yang kehilangan uang 1,6 miliar di BRI Medan. Sumber gambar Kompas.com

Tadi malam, saya menerima notifikasi di instagram. Rupanya, teman saya Mbak Tati me-mention akun saya di unggahan @kompascom tepatnya di berita tentang hilangnya uang nasabah sebesar 1,6 miliar yang terjadi di salah satu cabang kantor BRI Sisingamaraja, Medan.

Saya penasaran dan langsung mencari berita lengkapnya. Ketemulah sumber beritanya di sini. Singkatnya, seorang nasabah bernama Vira Vazria kehilangan uangnya secara bertahap sejak April hingga Juli 2021 lalu. Setelah ditotal, kerugiannya mencapai 1,6 miliar. Uang yang tersisa pun "hanya" Rp.24 juta. Saya yang baca aja nyesek. Gak kebayang bagaimana perasaan beliau sebagai pemilik rekening.

Tangkap gambar dari instagram @kompascom
Tangkap gambar dari instagram @kompascom

Beberapa hari lalu saya menulis pengalaman tentang uang yang lenyap (baca: belum jelas ke mana larinya uang itu). Nominalnya pun "hanya" 1 juta rupiah. Jelas jauh jika dibandingkan Vira Vazria ini. Metode uang hilangnya pun berbeda. Saya terjadi kemungkinan besar dilakukan di luar bank, sedangkan Vira kemungkinan dilakukan oleh oknum teller.

Seperti yang diungkapkan oleh kuasa hukum nasabah, Bapak Benri Pakpahan bahwa dalam catatan rekening koran terdapat adanya transaksi penarikan dari teller bank Cabang Sisingamaraja.

Lalu, bagaimana itu dapat terjadi jika nasabah tidak langsung datang ke cabang apalagi buku dan kartu debit disimpan oleh beliau? Rupanya pihak bank menerbitkan buku tabungan baru tanpa sepengetahuan pemilik rekening. Wah, jika begini, berarti nggak hanya teller namun customer service/CS juga ikutan berperan. Sebab, proses pemberian buku tabungan hanya dapat dilakukan oleh tim CS.

SULIT DILAKUKAN SENDIRI

Sebagaimana yang saya jelaskan di atas, sulit jika kecurangan/fraud ini dilakukan oleh oknum teller saja. Untuk melakukan pencurian uang bertahap seperti itu, mula-mula, CS harus membuat buku tabungan yang baru.

Sepengetahuan saya, tahapannya tidak mudah. Nasabah/pemilik rekening harus datang langsung ke kantor cabang. Mengisi formulir permohonan buku tabungan baru. Alasannya pun harus jelas. Apakah buku tabungan lama habis terpakai/sudah penuh halamannya atau buku tabungan hilang. Jika hilang pun harus biasanya dibutuhkan surat keterangan dari kantor polisi.

Ya mungkin sekarang beberapa bank tidak lagi mensyaratkan surat keterangan dari polisi untuk yang kehilangan buku tabungan. Misalnya di BCA, cukup petugas mencocokkan data yang dibawa oleh nasabah dengan data yang ada di sistem. Apalagi BCA sudah lama memberlakukan perekaman foto lewat kamera yang terpasang di tiap meja CS-nya (seperti saat pembuatan paspor).

Jadi misalnya saya, sebagai nasabah BCA dan kehilangan buku tabungan, petugas tinggal melihat apakah orang yang datang dan foto yang tersimpan di sistem mereka sama atau tidak. Simple, bukan!

Ilustrasi aktivitas di bank | Sumber gambar iStock
Ilustrasi aktivitas di bank | Sumber gambar iStock

Lalu, untuk melakukan transaksi di teller, sepengalaman saya, sebetulnya buku tabungan tidak begitu penting. Yang lebih penting itu adalah debit card atau kartu debit.

Sekarang, semua transaksi pemindahan dana (baik itu tarik dana secara tunai atau transfer ke rekening lain), harus dilakukan dengan menggunakan kartu debit. Sepengalaman saya dulu sebagai teller, transaksi pemindahan dana dengan kartu kredit lebih mudah dilakukan dibandingkan jika hanya membawa buku tabungan. Ibaratnya, tanda tangan dapat dipalsukan. Namun PIN ATM tidak demikian.

Memang, ada beberapa nasabah saya dulu yang saklek/keukeuh tidak mau menggunakan kartu debit. Alasannya ya bermacam-macam. Dan itu sepenuhnya hak nasabah. Namun, jika beliau ingin mengambil uang di teller, maka sebelumnya beliau harus mengambil antrean dulu ke CS, dilakukan proses verifikasi pencocokan data.

Setelah berhasil dilakukan, nasabah baru dapat ke teller sambil membawa lembar pengesahan tanda sudah diverifikasi sama CS. Itu pun, nominal uang yang dapat ditarik terbatas. Dulu, di zaman saya masih bekerja, maksimal 3 juta rupiah. Sekarang, menurut informasi teman yang masih bekerja di sana udah naik jadi 5 juta. Intinya, kalau transaksi nominal lebih dari itu ya nggak bisa.

Nah, nasabah Vazria itu menurut berita di Kompas kehilangan uang bertahap dengan nominal besar. Kadang penarikannya 50 juta atau bahkan 100 juta. Pertanyaannya, kok bisa? Apakah di BRI kebijakan pengambilan uang tanpa kartu debit memang dapat dilakukan dengan nominal sebesar itu?

PENYELIDIKAN YANG RUMIT

Masih dari berita yang saya baca di Kompas.com yang menuliskan, "Benri dan timnya pernah meminta agar pihak bank memperlihatkan rekaman CCTV untuk mengetahui siapa yang melakukan transaksi tersebut. Namun permintaan ini ditolak bank."

Kenapa ditolak? Ini yang saya juga penasaran.

Padahal, enak banget ini menyelidikinya. Pertama, cek kapan buku tabungan dibuat. Tanggal berapa, oleh petugas CS siapa. Dari CCTV akan kelihatan kan apakah nasabah benar-benar hadir dan mengajukan pembuatan buku tabungan baru atau tidak.

Kedua, cek transaksi di teller. Setiap kali nasabah datang dan melakukan transaksi itu pasti ada bukti slip setoran/penarikan dan ada cetakan validasinya.

Di cetakan validasi itu tertera informasi yang rinci. Dari tanggal dan jam transaksi. Kode cabang. Kode teller dan juga nominal transaksinya. Kalau di tempat saya bekerja dulu, semua slip setoran ini pun harus diverifikasi oleh telko (teller koordinator) dan verifikator di hari yang sama.

Cetakan printer di kiri atas itu berisi validasi transaksi. Sumber gambar Kaskus
Cetakan printer di kiri atas itu berisi validasi transaksi. Sumber gambar Kaskus

Dulu, saat saya menjadi teller, untuk transaksi di atas 25 juta, maka harus dilakukan dengan persetujuan teller koordinator. Jadi, misalnya ada nasabah yang datang kepada saya, akan melakukan penyetoran sebesar Rp.25.100.000, maka saat saya menginput prosesnya di komputer dan begitu saya tekan enter, maka di layar komputer telko saya akan muncul permintaan persetujuan apakah transaksi itu dapat dijalankan atau tidak.

Yes! Seketat itu dan serinci itu. Tujuannya jelas untuk meminimalisasi kesalahan transaksi. Apalagi transaksi terkait pemindahan dana (transfer/tarik tunai).  Jika nominalnya di atas sekian ratus juta, maka butuh persetujuan/approval dari pejabat pimpinan yang lebih tinggi. Yakni setara CSO (Customer Service Officer), Head Teller (untuk di cabang besar, dulu saya di cabang kecil hanya ada Telko/Teller Koordinator) bahkan persetujuan Kepala Cabang.

Saya ingat, rekan saya dulu pernah transaksi di atas berapa miliar gitu, sehingga kantor cabang kami harus menelepon kepala area untuk approval-nya. Ya, transaksi dilakukan di komputer teller namun secara remote tampilan komputer teller akan muncul di komputer kepala area dan dari sanalah transaksi baru akan disetujui atau tidak.

Prosesnya kayak apa? Yakni CSO atau kepala cabang akan menelepon kepala area secara langsung.

"Mohon bantuannya Pak, cabang kami akan memproses Real-Time Gross Settlement/RTGS (transfer antarbank) sebesar 15 miliar ke rekening nomor sekian ke bank X."

Dari konfirmasi via telepon itu, kepala area akan mencocokkan dengan apa yang ia lihat ditampilan remote komputernya. Dari sana, baru beliau memasukkan password/PIN khusus dan transaksi baru dapat disetujui dan proses. Ya, seketat itu dulu proses pengamanan uang nasabah.

Kegiatan di bank | Sumber gambar dreamstime.com
Kegiatan di bank | Sumber gambar dreamstime.com

Sekali lagi, saya tidak tahu seperti apa sistemnya di bank lain/BRI. Apakah teller diberikan kewenangan untuk menjalankan transaksi berapa pun nominalnya. Sehingga transaksi pengambilan dana dalam jumlah besar dapat dilakukan tanpa kartu debit seperti itu. Atau, jangan-jangan kartu debit nasabah Vira Vazria ini juga digandakan? ah ini ngeceknya mudah banget. 

Dari kotran/kode transaksi di sistem perbankan dapat dilihat. Ada kode transaksi khusus penyetoran tanpa buku tabungan. Ada transaksi penyetoran dengan buku tabungan, dsb. Dulu, saat masih job on training, oleh senior saya diwajibkan menghapal kotran ini. Setidaknya kotran yang paling sering digunakan.

Apa yang saya paparkan ini sebatas informasi yang saya dapatkan dari Kompas.com ya. Dan saya (begitu juga pembaca lain) pasti juga penasaran bagaimana ending hilangnya uang nasabah Vira Vazria ini.

Saya juga penasaran, jika nanti ditetapkan tersangkanya, ntah itu sebatas teller (kejahatan tunggal) atau bahkan juga menyeret CS dan pimpinan cabang.  Lalu, apakah uang nasabah akan diganti oleh BRI atau tidak. Atau, dengan ditahannya pegawai bank, maka pihak bank angkat tangan?

"Itu kan petugasnya udah dipenjara. Udah ditangkap. Jadi, soal uangnya, mereka yang harus ganti."

Apakah seperti itu? Wah mudah-mudahan tidak ya. Saya tidak tahu bagaimana respon LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam kasus seperti ini. Namun, dari laman Okezone, saya menemukan pendapat tegas Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah dalam seminar pembobolan dana nasabah bank dan celah kriminal priority banking di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis 26 Mei 2011 yang mengungkapkan kalau, "Kejahatan oknum pegawai bank, bank wajib mengganti uang tersebut."

Ya, memang ini pendapatnya sudah terlontarkan lama. Lebih dari 10 tahun lalu. Namun, saya kira kebijakan bank wajib mengganti uang nasabah yang dicuri oleh oknum pegawai seharusnya dan semestinya tetap diberlakukan seperti itu hingga sekarang.

JADI NASABAH KOK LALAI?

Mungkin ada juga pembaca yang kepikiran, "kok bisa sih nggak ngeh uang puluhan juta hilang secara bertahap dalam waktu  3 bulan?" dan, "padahal kan bisa aktifkan SMS notifikasi uang masuk-keluar atau ngecek di mobile banking secara berkala!"

Kalau menyinggung "kok bisa?" ini ya jawabanya bisa aja. Namanya juga nasabah, punya kesibukan masing-masing yang memungkinkan nasabah tidak mengecek tabungannya dalam jangka waktu tertentu.

Pertanyaan "kok bisa?" ini sebetulnya lebih cocok ditujukan kepada pihak bank. Kok bisa sih dana nasabah lenyap sebesar itu? Kok bisa sih buku tabungan baru dikeluarkan tanpa persetujuan? Kok bisa sih dana ditarik oleh teller dan transaksi itu terjadi dan berulang-ulang pula?

Jadi, jangan sampai kelalaian nasabah dijadikan tameng untuk mengaburkan aktor penjahat yang sesungguhnya. Nasabah iya lalai. Karena nggak teliti mengecek saldonya. Tapi kan, nasabah sejak awal emang sudah mempercayakan dananya ke bank. Pihak banklah yang wajib menjaga dana dan kepercayaan nasabah itu.

Oknum brengsek sih saya yakin di bank manapun akan ada aja ditemukan. Nggak hanya BRI. Rasanya gak adil kalau tulisan ini terus menerus menyudutkan BRI. Ada juga kisah nasabah bernama Efi Dwi Prasetyowati yang kaget didatangi petugas BRI sebab terlalu lama nganggurin uang sebesar Rp.600 juta yang ada di rekeningnya.


Efi Dwi beruntung menabung di cabang yang berkomitmen menjaga dana nasabah. Sehingga, alih-alih menggasak tabungan itu, pihak bank malah mendatangi dan menginformasikan tentang dana yang mengendap cukup lama itu. Bravo buat petugas BRI cabang tersebut. Lagian, kalau berbuat jahat mah cepat atau lambat akan dapat balasannya ya kan!

Oke, terlepas dari urusan saya yang belum selesai dengan BRI, di kesempatan ini saya turut mendoakan agar nasabah Vira Vazria segera menemukan titik terang dan oknum petugas yang sengaja melakukan kecurangan dapat diproses secara hukum.

Penulis bagian dari Kompal
Penulis bagian dari Kompal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun