Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Lenyapnya Uang 1 Juta Rupiah dari Rekening BRI

24 Maret 2022   12:14 Diperbarui: 4 April 2022   09:42 10211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukti pelaporan yang kami dapatkan dari petugas BRI Cabang Ampera | Dokpri

Beliau mempercayakan uangnya untuk disimpan di rekening BRI dengan nomor rekening 5803-01-xxx16x-5x-x dengan jenis tabungan simpedes di BRI Cabang Belitung. Nah, seiring proses renovasi berjalan, hampir setiap minggu beliau membutuhkan pengambilan uang di BRI. Biasanya awal minggu (di hari Senin) untuk membeli bahan baku pembangunan, atau mendekati akhir pekan (Jumat) untuk persiapan membayar upah tukang di penghujung Minggu.

Rumah peninggalan kakek yang tengah direnovasi oleh bibi saya | Dokpri
Rumah peninggalan kakek yang tengah direnovasi oleh bibi saya | Dokpri

Di Palembang, beliau memiliki keterbatasan mobilitas. Beliau tidak punya kendaraan dan beliau memiliki keterbatasan untuk melakukan transaksi perbankan. Sederhananya, beliau tak paham sama sekali cara menggunakan kartu debit di mesin ATM.

Bagaimana dengan suaminya --om saya? Sama saja. Keduanya gaptek. Bahkan om saya memiliki keterbatasan lebih banyak pasca terserang stroke beberapa tahun lalu.

Bagaimana dengan anak mereka? 3 dari 4 anak bibi saya itu tinggal di Belitung. Satunya lagi tinggal di kabupaten lain di Sumatera Selatan yang berjarak 2 jam perjalanan sehingga praktis beliau membutuhkan bantuan untuk mengambil uang di mesin ATM ini. And guess what, sayalah orang yang dimintai tolong untuk itu.

Kembali ke cerita awal mengenai Bu Ningcing, saya paham betul bahwa besar risikonya jika kartu debit beliau sepenuhnya dipercayakan kepada saya. Makanya, awal-awal, setiap kali beliau butuh ambil dana, beliau akan saya jemput, lalu dengan mengendarai motor kami menuju ATM terdekat, saya lakukan proses pengambilan dana tsb (termasuk menginput PIN, sebab penglihatan beliau terbatas dan beliau takut salah tekan angka), hingga deretan uang berhasil dimuntahkan oleh mesin ATM.

Kegiatan ini berlangsung hingga beberapa minggu hingga saya pribadi mulai kewalahan dengan ritme menjemput-berjalan berdua ke ATM-mengantar beliau balik lagi ke rumah. Dan beliau pribadi pun mengutarakan hal yang sama.

"Susah juga abang kalau begini. Bicik (bibi) minta tolong abang pegang sajalah kartu ATM ini, dan kalau bicik perlu uang, tinggal ditelepon."

Awalnya saya menolak. Rasa capek bolak-balik masih bisa dikalahkan demi keamanan kedua belah pihak. Walau beliau percaya penuh, namun saya tetap merasa lebih baik ambil uangnya bersama-sama. Namun, ada satu poin yang kemudian saya menerima tawaran beliau untuk memegang kartu debit tersebut.

"Kan tiap kali uang ditarik akan masuk SMS (notifikasi debit/kredit) di hape bicik. Jadi ya tinggal bicik cek sendiri di HP kan?"

Ah, benar juga. Ini bisa jadi win-win solution. Jika ada kemungkinan cela untuk saya berlaku curang, maka akan dengan mudah ketahuan. Sejak itu, kartu debit beliau saya pegang dan kebutuhan dana beliau untuk renovasi rumah berjalan lebih lancar. Saya bisa mengatur waktu untuk mengambil uang dan tinggal mengantarkannya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun