Cakalang memang mudah ditemukan di sana. Bentuknya sekilas mirip Ikan Tongkol namun ukurannya lebih besar dan serat dagingnya lebih halus. Tak heran banyak makanan yang dibuat atas dasar olahan daging ikan ini. Selain toping bubur dan jadi isian Panada dan Lalampa, ada lagi makanan yang disebut Cakalang Fufu!
Ini adalah ikan Cakalang yang diolah dengan cara dibumbui dan kemudian diasapi. Pada dasarnya memang sudah pedas namun akan lebih nikmat disantap dengan nasi hangat atau nasi kuning dan sambal dabu-dabu.
Nah kalau mau makanan berkuah, bisa coba Milu Siram atau Binte Biluhuta, sup jagung dengan campuran ikan atau daging. Melihatnya sekilas saja, makanan yang juga khas Gorontalo ini terasa begitu menggiurkan. Jelas, kenikmatan soal cita rasa makanan dengan rempah melimpah, adanya ya di Indonesia Aja.
MENYEMAI ASA MELALUI PARIWISATA
Menurut buku Sejarah dan Kebudayaan Minahasa karya Jessy Wenas yang saya baca, sejauh ini para ahli telah menemukan jejak kehidupan manusia purbakala berbahasa Austronesia yang berusia 6000 tahun lalu di Sulawesi Utara.
Sisa-sisa peninggalan zaman purbakala ditemukan dalam beberapa bentuk, misalnya saja kapak batu dan kulit kerang air tawar yang disebut Renga' dan Kolombi'. Sekilas sederhana, namun penemuan kapak batu menunjukkan perpindahan manusia di zaman Purbakala menuju Minahasa.
Sebagaimana kisah Wine dan Nuah, ini adalah secuil cerita jejak peninggalan purbakala di Sulawesi Utara yang menjadi bukti bagi para petualangan untuk menyibak surga tersembunyi/discover the hidden paradise yang ada di sana khususnya di Likupang.
Menurut Dinas Pariwisata Sulawesi Utara, dari 2016 hingga 2019, tercatat 416,614 wisatawan asing/mancanegara datang dan wisatawan lokal/nusantara terhitung sebanyak 7,3 juta orang. Jelas ini potensi yang besar bagi KEK Likupang yang menjadi zona pariwisata spesifik.