Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menyoal Deretan Belenggu yang Merenggut Mimpi dalam Film "Yuni"

11 Desember 2021   15:57 Diperbarui: 12 Desember 2021   00:46 2124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan banyaknya ragam cerita, muncul satu kekhawatiran bagi saya terkait film Yuni yang terpilih menjadi perwakilan Indonesia di ajang Academy Award yakni apakah terjemahan dialognya dapat ditangkap oleh penonton asing, apalagi yang saya dengat untuk sajian festivalnya, durasi film ini lebih pendek.

Saya sendiri, orang Indonesia butuh teman berdiskusi untuk membahas film ini. Ada hal-hal yang saya tak paham misalnya terkait tradisi yang ada di Banten (apalagi film ini sepenuhnya menggunakan bahasa Jaseng/Jawa Serang), untuk itu, semoga film yang telah berhasil memenangkan penghargaan dari Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021 ini kembali dapat unjuk gigi di Academy Award.

Arawinda Kirana sebagai Yuni. Sumber Jawa Pos
Arawinda Kirana sebagai Yuni. Sumber Jawa Pos

Nah bicara soal akting, semua pemain film ini tampil dengan prima. Terutama Arawinda Kirana yang berkat aktingnya, ia diganjar penghargaan Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 2021 dan juga Snow Leopard di kategori yang sama di Asian World Film Festival 2021.

Tak hanya Arawinda, namun semua pemain bermain dengan bagus. Muhammad Khan seperti tidak berakting di sini saking naturalnya. Peran Kevin Ardillova yang menjadi pria lugu bikin gemes dan menawan. Lalu ada peran nenek, orang tua Yuni, para sahabat yang jadi warna tersendiri.

Saya bahkan baru ngeh jika yang memerankan Bu Lies itu Marissa Anita dan yang memerankan Suci itu Asmara Abigail saat akan menuliskan ulasan ini sebab mereka benar-benar jadi sosok berbeda di film ini (in positive way).


Dialog-dialognya bernas. Potongan-potongan puisi Sapardi Djoko Damono lewat buku Hujan Bulan Juni menambah warna di film ini. Cara Yuni menyelesaikan masalahnya memang tidak populer dan bisa jadi tak banyak disepakati oleh banyak orang (baca: penonton), namun itu dia cara yang terpikirkan olehnya. Cara yang dapat ia lakukan sebatas kemampuan yang ia punya.

Percakapan Yuni dan ayahnya saat listrik padam dan memotong kuku adalah salah satu bagian terbaik yang ada di film ini.

"Jika Yuni melalukan hal-hal yang tak sepantasnya, apakah bapak tetap mau mengakui Yuni sebagai anak?"

"Bapak akan temenin Yuni selama masih hidup."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun