Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tendangan Pisang dan Dituduh Yahudi, Kenangan di Hari Guru Nasional

25 November 2021   16:02 Diperbarui: 26 November 2021   09:29 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keceriaan para siswa. Dokpri.

Ntah sial atau gimana, lepas dari SMP dan pindah ke SMA, eh Pak Didil pun ikut-ikutan pindah mengajar. Udah seneng loh padahal lepas dari beliau, eh tahunya masih harus ketemu lagi selama di SMA. Tidaaaak.

Untungnya, saat saya lanjut ke SMA, kasus kekerasan di sekolah pencetak ASN terbuka. Saat itu kencang sekali isu kekerasan fisik yang dilakukan oleh pengajar terhadap murid. Pak Didil sih masih serem ya. Masih suka bentak-bentak dan teriak, "bengak!" kepada kami-kami. Tapi, kekerasan fisik macam menempeleng dan menendang sudah tak lagi dia lakukan. Takut bro-sis dia mah!

Pengalaman tak mengenakkan yang saya terima dari guru berlanjut ke seorang guru Akuntansi bernama Pak Sapar. Dia masih muda banget, lulusan terbaik kampusnya yang sampai menerima beasiswa S2 ke LN namun tidak diambil karena rupanya beasiswa itu tidak penuh.

Semua murid bebas bercita-cita menjadi apa saja. Dokpri.
Semua murid bebas bercita-cita menjadi apa saja. Dokpri.

Saya suka cara dia mengajar. Efektif, ngena dan kekinian. Ya, namanya juga gurunya masih fresh ya. Saya juga termasuk jago dan secara GR saya merasa sebagai salah satu murid kesayangannya. Nilai selalu bagus, bahkan diajukan untuk ikutan olimpade sama dia.

Hanya, di balik kecerdasannya, rupanya beliau termasuk guru yang gak sabar dan tempramen tipis-tipis. Saya ingat, saat ulangan harian berlangsung, semua siswa yang mendapatkan nilai di bawah 50 di minta berdiri di samping meja masing-masing.

Beliau lalu mengambil salah satu mistar siswa dan memukul bagian punggung para siswa yang nilainya jelek. Saya sih nggak ikutan dipukul, namun miris juga melihat teman-teman satu kelas yang sial nilai jelek dan dihukum sampai-sampai mistarnya patah.

"Mistar siapa tadi? Kamu ya? Ntar saya ganti ya!" ujarnya sambil menggunakan mistar lain dan kembali menghukum siswa lainnya. Rupanya, beliau juga menuntut kesempurnaan dari murid-muridnya.

Sekian minggu kemudian, ada satu peristiwa yang cukup mengguncang bagi saya. Sebetulnya sangat sepeleh, namun entah kenapa Pak Sapar begitu sangat marah kepada saya hingga biji matanya seolah-olah mau lepas saat itu.

Apa penyebabnya? Hanya gara-gara saya bertanya. Heh?

"Jangan lupa pelajari materi yang tadi. Minggu depan kita ulangan harian ya!" ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun