Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Melawan Ketindihan Saat Perjalanan di Eropa dalam Novel "Ethile! Ethile!"

15 November 2021   09:32 Diperbarui: 15 November 2021   09:37 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sekitaran istana Versailles. Dokpri.

Sejak masih berstatus sebagai mahasiswa, belasan tahun lalu, malam-malam Venn tidak selamanya dilalui dengan mulus. Di waktu-waktu tertentu, saat dirinya lelah, lupa berdoa dan tidur dalam cahaya temaram, Venn akan didatangi sesosok makhluk yang serta merta akan mengajaknya "bertarung".

"Kali ini dia datang dari almari pakaian. Tubuhnya tinggi-besar, berambut pendek, wangi bunga tanjung, dan kedua tangan besar yang berusaha menggapai-gapai saya." Hal.15. "Hal paling memalukan pada bagian ini adalah, bahwa dalam kemenyerahan darinya itu, semua suara dan bahasa tubuh yang saya kira hanya berlangsung dalam Dunia Antara tak jarang terekspresikan secara verbal dan visual dia atas tempat tidur. Ketika itu terjadi, sesiapa yang berada di dekat saya, pasti akan mengira saya mengigau atau yang lebih parah adalah menganggap saya sedang diganggu setan atau mengalami mimpi basah yang hebat." Hal.16.

Dalam bahasa sederhana, Venn mengalami ketindihan. Satu peristiwa yang dalam dunia medis dikenal dengan istilah sleep paralysis atau kelumpuhan tidur. Untungnya, teman-teman satu kontrakannya sudah paham dengan itu.

Venn kini menjadi penulis besar. Dia sudah menghasilkan puluhan buku yang sebagian memenangkan penghargaan di tingkat nasional. Bahkan, ada bukunya yang sudah tumbuh di medium yang baru: film.

Tak hanya sukses secara karir, kehidupan Venn sebagai pria juga sempurna. Lengkap seutuhnya. Dia memiliki Sika --istri, yang kemudian melahirkan tiga anak yang menggemaskan dan pintar. Di tempat ia tinggal --di kota Lubuklinggau, Venn membangun sebuah institusi kepenulisan yang jadi wadah bagi warga sekitar untuk berkarya.

Keberuntungan-keberuntungan si good (looking) writter ini datang tak habis-habis. Salah satunya saat Venn dikontak pemuda bernama Lea yang menawarkannya sebuah program residensi menulis di Eropa.

Lea adalah salah satu pegawai TCS Travel yang tak sengaja "menemukan" Venn lewat salah satu cerita yang ada di blog Venn yang bercerita tentang perjalanan Venn di Pulau Seram. "We are considering an interesting offer for you," ujar Lea melalui pesan singkat. Hal 11.

Awalnya Venn meragukan tawaran ini sebab pesan itu dikirimkan melalui nomor pribadi. Namun, ketika Lea kembali mengontaknya secara resmi lewat email perusahaan, barulah Venn menyadari bahwa itu tawaran yang serius. Singkat cerita, setelah mendapatkan restu dari Sika, Venn dengan mantab mengambil kesempatan itu.

Dalam beberapa waktu ke depan, Venn akan berangkat ke Eropa, melakukan perjalanan selama 2 bulan untuk bertemu dengan banyak narasumber dan korespondensi, melakukan penelitian kecil terhadap warga Eropa dan kaitannya dengan gambar --dan imajinasi, pada secarik kertas, serta menuliskannya dalam sebuah jurnal lengkap nantinya.

Demi pengalaman ini, Venn harus menolak sebuah projek besar dari seorang politikus di ibu kota. Sebuah keputusan yang awalnya dia yakin tepat, namun entah setelah perjalanan ke belasan kota di Eropa itu berakhir apakah Venn menyesalinya atau tidak, sebab selama di Eropa Venn berhadapan dengan banyak pengalaman yang tak hanya seru namun juga membahayakan keselamatannya.

Pengalaman-Pengalaman Ganjil di Eropa

Baru tiba di Paris saja, Venn sudah mendapatkan pengalaman yang  unik. Sommer --perwakilan lain dari TCS Travel yang seharusnya menjemputnya, tiba-tiba membatalkan diri. Sebagai ganti, dia menyuruh Erica --masih dari TCS Travel, untuk menjemputnya. Saat Venn bertemu dengan wanita tersebut, mereka sudah keburu jalan bersama hingga ke area parkir saat kemudian keduanya sadar bahwa keduanya salah orang.

Suasana sekitaran istana Versailles. Dokpri.
Suasana sekitaran istana Versailles. Dokpri.

Untunglah Venn kemudian bertemu dengan the real Erica. Dengan komunikasi yang efektif, Erica kemudian mengantarkan Venn ke penginapan mewah yang ada di sekitaran Versailles. Cukup jauh dari pusat kota Paris, namun narasumber pertama mereka, seorang profesor bernama Zinzane meminta ditemui di sana.

Sayangnya pertemuan dengan narasumber pertama itu tak berlangsung lancar. "Dia sangat terganggu dan mood-nya langsung rusak karena kamu seperti tak bsia lepas dari ponselmu ketika kalian sedang berbicara." Hal.67.

Ya, Venn memang punya kebiasaan menulis melalui ponsel. Satu yang menjadi nilai lebih dan juga nilai kurang di saat seperti itu. Untungnya, suasana tegang antara Venn dan Zinzane dapat cari saat topik dibelokkan dan mereka memperbincangkan tentang makanan dan minuman yang ada di Paris.

Aha, salah satu cara saya "mengenal" Eropa dari buku Ethile! Ethile! Ini pun dari sederet makanan dan minuman unik yang tak saya icipi saat berkesempatan ke Eropa atas alasan budget hehe. Tentu beda dengan Venn yang ke Eropa dengan undangan serta dengan bayang-bayang anggaran besar sehingga menginap di hotel berbintang, mengendarai kendaraan berkelas serta mencicipi makanan dan minuman mahal didapatkan semudah dengan mengutarakan keinginan itu saja.

Ada banyak kebetulan yang dijumpai Venn selama program residensi itu. Misalnya dia bertemu dengan seorang pria yang ternyata putrinya adalah penggemar setia karya-karyanya. Ada juga Joe, pemuda kuli asal Indonesia yang juga mendapatkan kesempatan ke Eropa secara Cuma-Cuma. Namun, yang kemudian lumayan menohok yakni saat Venn menyadarai bahwa Lea dan Sommer adalah orang yang sama! Dan nama asli pemuda itu bernama lengkap Ethile Mathias Sommer!

Dan, bersama Ethile pula program residensi ini terus berlanjut. Perjalanan yang semula tampak biasa ini menjadi ganjil dan kacau saat, "ketakterdugaan meletus sepanjang perjalanan: digiring polisi, ketersesatan, perlakuan rasisme, perjumpaan dengan penyihir, terperangkap di apartemen pemuja drakula, menjadi saksi peristiwa berdarah, terkunci dalam bungker, diinterogasi hingga pingsan, terdampar dan nyaris membeku di kota tua, kecelakaan yang mempertemukan mereka dengan saudara baru, menyelamatkan pendakwah yang kelelahan, terseret aksi klenik di Portugal, hingga... kotak pandora rahasia itu pun terbuka di negara ketiga belas!" Hal belakang sampul buku.

*   *   *

Ethile! Ethile! Adalah buku kedua Kak Benny Arnas yang saya baca setelah sebelumnya "melahap" kumpulan cerpen berjudul Bulan Celurit Api sekian tahun lalu. Jujur saja, dibandingkan membaca kumcer itu, saya jauh lebih menikmati novel perjalanan ini sebab di Ethile! Ethile! Bahasa yang digunakan lebih sederhana, nggak rumit dan njelimet.

Saat Kak Benny melakukan perjalanan ke Eropa, saya termasuk yang menyimak pengalaman itu yang ia bagikan lewat foto dan secuil cerita di sosial medianya. Makanya, saya penasaran sama buku ini ingin merasakan pengalaman itu dalam spektrum yang lebih luas.

Ljubljana yang menjadi salah satu setting di novel ini. Dokpri.
Ljubljana yang menjadi salah satu setting di novel ini. Dokpri.

Sedikit warning buat para pembaca, tentu saja buku ini tidak akan hadir sebagaimana kisah perjalanan yang disajikan lewat buku non fiksi. Saya tidak mengatakan setting di buku ini hanya sekadar tempelan, namun, jika tujuan membaca ingin diajak ke tempat-tempat wisata yang touristic, maka hal itu tidak akan memuaskan.

Sajian utamanya ialah kisah perjalanan Venn dan Ethile yang penuh percabangan kisah dan kejadian. Ending yang ditawarkan pun sebetulnya cukup mengejutkan walaupun saya sudah dapat menebaknya sejak awal karena kak Benny meninggalkan banyak jejak/petunjuk terlebih ketika menyinggung soal feromon.

Secara keseluruhan, saya suka novel ini. Walau pun ada banyak sekali kebetulan dan beberapa kejanggalan karena too good to be true di beberapa aspek sehingga di benak saya sebagai pembaca merasa butuh beberapa penjelasan lebih rinci. Kisah Benn yang sering ketindihan juga saya merasa porsinya belum begitu banyak. Tadinya saya membayangkan peristiwa itu ada hubungannya dengan sesuatu yang ada di Eropa, namun rupanya tidak ada yang spesifik.

Saya tahu buku ini fiksi, namun dengan banyaknya kemiripan antara Venn dan Benn(y), baik itu latar belakang tempat tinggal, pekerjaan, dsb, saya meyakini Venn iya Benn(y) itu sendiri hehe. Bahkan, saya meyakini hal "ganjil" yang terjadi di bagian (menjelang) akhir buku ini benar-benar dialami oleh Kak Benny sebagai penulisnya hehehehe.

Skor akhir 8/10

Penulis bagian dari Kompal (Kompasianer Palembang)
Penulis bagian dari Kompal (Kompasianer Palembang)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun