Tentu saja tidak semua bahan yang mereka butuhkan dapat diproduksi sendiri. Beberapa bahan lain akan mereka beli di pasar. Tapi, paling tidak mereka mengkonsumsi bahan makanan lokal bukan impor.
"Memangnya kenapa kalau impor?"
Jelas, bahan makanan yang dikirimkan dari jauh itu artinya memakan lebih banyak bahan bakar saat didistribusikan. Belum lagi penggunaan plastik untuk kemasannya juga lebih banyak. Untuk konsumsi pisang atau stroberi misalnya, penduduk Tidore biasa menanamnya sendiri.Â
Jelas lebih murah terlebih jika dibandingkan harus impor pisang dan stroberi dari luar negeri, kan. Secara kualitas pun tidak jauh berbeda, bukan?
Soal menanam ini untungnya sudah lama dilakukan oleh kami sekeluarga di rumah. Beberapa bumbu dapur (lengkuas, cabai, kunyit, dsb) dan buah (nangka, pepaya, pisang, mangga, dsb) juga kami tanam sendiri. Orang tua termasuk yang suka menanam dan berkebun. Saya sih terus terang biasanya kebagian bantu menyiram aja, sesekali hehe.
Yang pasti, kami sekeluarga jarang mengkonsumsi makanan impor. Jika pun harus membeli bahan makanan, ibu biasanya akan belanja di warung atau pasar dekat rumah sambil membawa keranjang belanjaan sendiri. Lumayanlah mengurangi plastik dari pedagang.
Food Climate Research Network (FCRN) menyatakan proses produksi yang terjadi di lahan pertanian, perkebunan dan peternakan menyumbang emisi sebesar 25% dari total emisi gas rumah kaca dunia. Proses lanjutan seperti pengolahan, pengemasan, distribusi, pemasaran, penyimpanan, konsumsi hingga pengolahan limbah organiknya menyumbangkan 10% lagi dari total emisi gas kaca dunia.