Butuh waktu 8 tahun untuk Mbak Dian berfikir untuk hijrah/berpindah dari Indonesia ke Amerika Serikat menyusul suaminya yang lebih dulu menjadi imigran di sana. Kegalauan itu dapat dipahami, sebab di Indonesia Mbak Dian sudah hidup mapan dan nyaman bersama kedua anaknya yang masih kecil.
"...kenapa semua aku enggan pindah ke AS. Aku sebelumnya sudah mendengar dari cerita suami, bahwa hidup di AS sebagai imigran, sangatlah keras, dan mungkin ijazah yang cuma lulus S1 di Indonesia, tidak akan diakui ketika kita mencari pekerjaan. Karena itu, kebanyakan orang Indonesia bekerja sebagai tenaga kasar atau buruh." Hal.xiv.
Namun, akhirnya Mbak Dian memilih untuk pindah karena mendapatkan lotere green card yang diadakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat. Bagi banyak orang, mendapatkan green card adalah satu hal yang diimpikan sebab akan mendapatkan status permanent resident sehingga boleh bekerja dan berkegiatan secara legal laiknya penduduk lain di sana (hanya tidak dapat ikut pemilu aja).
"Awal hidup di AS penuh tekanan batin dan keterkejutan karena melihar semua serba asing. Tapi, ketika mendengar pengakuan anak-anak bahwa mereka lebih senang sekolah di AS, maka sedikit demi sedikit aku menyisihkan ego pribadi dan berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan ala Amerika." Hal xv.
Mbak Dian dan keluarga hidup di Virginia, sekitar 15 menit dari Washington DC, ibukota Amerika Serikat. Dan, benar saja, untuk menyokong kehidupan, beliau memilih untuk bekerja apa saja. Pekerjaan pertama yang beliau dapatkan ialah sebagai karyawan di perusahaan ritel.
Mbak Dian yang tadinya sudah menjadi pegawai pimpinan di Indonesia, kini menjadi pegawai biasa yang harus mengerjakan apa saja, sesuai instruksi manager di sana misalnya saja menjadi helper bagi calon pembeli (menemani mereka dari pintu masuk, memilih barang hingga pembayaran) termasuk harus mengupas berkarung-karung jagung di gudang.
Dari beberapa buku yang saya baca tentang kehidupan di Amerika Serikat, ada satu hal yang mengubah paradigma saya terhadap orang-orangnya. Dulu, saya kira orang Amerika itu kebanyakan cuek, kasar dan rasis. Namun, faktanya orang-orang di Amerika (yang kebanyakan juga pendatang) sangat ramah dan menjunjung tinggi kesetaraan.
Apa pun bentuk tubuhmu (mau gendut, kurus, tinggi, pendek) atau latar belakang kehidupanmu, semua dilakukan setara. Seorang manager di sana pun bahkan tak segan turun ke lapangan, memeriksa langsung atau bahkan menangani langsung kesulitan yang dihadapi oleh konsumennya.
Namun, namanya juga bekerja dan bersinggungan dengan banyak orang, tentu gesekan juga tak selamanya dapat dihindari. Di kisah "Miss Lawyer Chocking the Corn" diceritakan bahwa Mbak Dian jadi bahan omongan sebab di Indonesia dia seorang pengacara namun saat di Amerika "hanya" jadi pengupas jagung.