Sudah lama terjadi, memilih masjid tempat pelaksanaan salat Jumat tak ubahnya ajang uji nyali. Di satu sisi, uji nyali sebab di masa pandemi, tidak banyak masjid yang ketat menerapkan protokol kesehatan. Mau jamaahnya nggak pake masker atau duduk rapat, tidak ada teguran berarti. Uji nyali yang kedua, itu kalau mendapati khotibnya menyampaikan khotbah yang ngaco, sembarangan, memprovokasi bahkan mengandung hoax.
Sejak beberapa tahun lalu, saya sudah mengeluhkan hal ini melalui sosial media. Di twitter, saya menceritakan kejadian-kejadian kurang menyenangkan saat salat Jumat itu dengan tagar #OhJumaatan
Ternyata, respon netizen lumayan juga. Sebagian besar, mereka mengakui mendapati pengalaman buruk yang sama, yakni saat mendapati isi khotbah yang disampaikan khotib cenderung melenceng dan... katakanlah menodai tempat ibadah yang seharusnya bersih dan suci, baik keadaan fisiknya ataupun "iklim" dalam beribadahnya.
KETIKA KHOTIB BICARA POLITIK
Salah nggak jika mengangkat tema politik dalam khotbah Jumat? Menurut saya tidak salah. Selagi apa yang disampaikan itu netral dan berisi nilai-nilai kebaikan. Di zaman pilkada, banyak khotib yang mendadak jadi ahli politik. Tak tanggung-tanggung, mereka dengan terbuka mendukung salah satu calon dan menjelek-jelekkan calon yang lain, ntah itu pemilihan kepala daerah hingga presiden.
Padahal, masih banyak hal dalam dunia politik yang dapat mereka sampaikan. Misalnya saja ajakan untuk berpartisipasi dengan jujur saat pesta demokrasi, atau ajakan untuk mencari tahu seluas-luasnya latar belakang calon pemimpin yang akan dipilih, tentu saja tanpa harus membanggakan yang satu dan menyudutkan yang lain.
Belum lagi kalau dalam kontestasi politik ujung-ujungnya menyerempet agama/keyakinan yang dianut oleh pasangan bakal calon. Aduh, lelahnya bukan main. Makanya, kalau lagi musim pilkada (ternyata di Palembang bukan musim duku dan musim duren aja yang femes hwhw), pergi salat Jumat ke masjid itu serasa ikutan Squid Game deh. Deg-degan hahaha.
KASIHAN THOMAS ALVA EDISON
Di lain kesempatan, satu kali khotibnya membahas Quran surat 'Al-Ashr ayat 1 sampai 3. Kayaknya (hampir) semua umat Islam hapal sama ayat ini soalnya pendek dan enak dipake salat hehe. Isi suratnya yakni
Bagus sih tema besar pembahasannya. Mengupas isi Al-quran. Saat saya asyik menikmati isi khotbahnya tanpa terkantuk-kantuk (sungguh, ini jarang terjadi hehe), tiba-tiba saja khotibnya menyebut-nyebut nama Thomas Alva Edison, salah satu penemu paling fenomenal yang pernah ada.
Sayangnya, sejurus kemudian khotibnya berkata, "itu orang yang zaman dulu menciptakan lampu, sungguh hidupnya penuh kesia-siaan dan tidak ada manfaatnya. Kenapa? Karena saat menciptakan lampu dia tidak mengucap bismillah."
Gamblangnya itu yang disampaikan khotib. Lanjut belia lagi, percuma orang beriman jika tak beramal saleh, dan percuma juga beramal saleh tapi tidak beriman (kepada Allah Swt). Wadidau! Kalau dulu Thomas Alva Edison menyerah dalam tiap percobaannya, bisa jadi kita penemuan lampu akan makin lama loh pak khotib.
Padahal, dari penemuan itu, ada banyak sekali manfaat dan jasa baik itu bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dsb yang berkembang pesat dan dinikmati ya tentu saja oleh orang Islam juga. Soal kaidah sih memang sudah ada aturan yang ketat. Saya paham. Namun, bisa dong hal-hal begini nggak usah diangkat di forum umum semacam salat Jumat? Balik lagi soal Thomas Alva Edison ya wallahu'alam bishawab. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui di dunia ini, terlebih soal hidup akhir di akherat yang masih jadi misteri.
HOAX DAN AJAKAN "HALUS" UNTUK MELEPAS PANCASILA
Nah yang ini kejadiannya berlangsung 3 minggu yang lalu. Tak hanya khotibnya mendadak jadi ahli ekonomi dan ahli tata negara, namun khotib ini juga menyebarkan hoax! Topik awalnya sih soal hukum syariat yang menurut beliau harusnya diterapkan di Indonesia. Dudududu.
"Coba lihat itu negara Brunei. Nggak pernah tuh saya dengar kena bencana alam. Padahal berbatasan dengan Kalimantan yang sering kena bencana. Kenapa? Sebab mereka menerapkan hukum syariat!" ujar khotib menggebu-gebu.
Lanjutnya lagi, "...mereka pakai kekhalifahan, makanya di sana bebas bencana alam."
Wah si bapak khotib, main internetnya kurang jago ah. Iya benar jika bencana alam di Brunei JARANG terjadi, tapi bukan berarti nggak pernah ada. Nih pak, contohnya beberapa bencana yang terjadi di Brunei. See... see... see, jadi gimana, apakah bencana alam ini disebabkan karena Brunei menerapkan hukum syariat?
Setelah ngomongin Brunei, si bapak khotib ujungnya ngomongin Arab Saudi. "Kalian pasti tahu, Arab Saudi itu tandus. Tapi Allah Swt menurunkan rahmatNya. Minyak bumi nggak habis-habis! Dan, di sana semua GRATIS! Listrik, air bahkan BBM nggak perlu bayar."
Hah, yang bener pak? Coba mari kita tanya Dora eh tante gugel.
Lelah gak? Lelah banget yekan. Saya tahu maksud tersirat dari khotbah yang beliau sampaikan itu. Dia ingin Indonesia melepaskan Pancasila yang sudah jadi pegangan sejak awal Indonesia merdeka. Mungkin ada diantara kalian para pembaca yang setuju dengan isi pikiran si khotib ini.Â
Tapi buat saya big no ya! Ada banyak sekali kajian soal kenapa Indonesia tidak cocok menerapkan hukum syariah dan apa bahaya yang mengancam jika itu sampai terjadi. Saya sih setuju kelompok-kelompok yang usil soal Pancasila nggak dikasih panggung lagi. Paham kan maksud saya?
PILIHLAH TEMA KHOTBAH YANG UNIVERSAL
Nggak adil jika saya hanya bicara khotib yang nyeleneh macam ini tanpa ngomongin isi khotbah yang kece-kece. Masih di masjid yang sama, saya sering juga ketemu khotib yang isi khotbahnya baguuus banget. Tema yang dipilih universal (yang kalau diperdengarkan pakai pelantang, masyarakat sekitar yang tidak beragama Islam pun ikut mendapatkan hikmahnya. Adem pokoknya).
Satu kali, ada khotib favorit saya --Bapak Sulaiman, bicara soal khasiat madu. Beliau mengupas manfaat-manfaat dari madu dalam aspek kesehatan. Di waktu lain, khotib bicara soal pandemi covid-19 dan mengembalikannya sepenuh-penuhnya kepada Allah Swt. Well, saya coba mengulik sedikit isi khotbahnya saat itu.
"Menghadapi pandemi ini kita harus menggunakan iman dan ilmu. Bicara iman, yakini bahwa Allah Swt menurunkan penyakit ini dengan bebagai macam sebab. Dan yakin Allah Swt akan turunkan juga penawarnya. Nah, di sisi lain, kita juga harus menghadapinya dengan ilmu. Yakini bahwa keputusan pemerintah soal penanganan covid ini semata-mata untuk kebaikan."
Beliau juga mengajak para jamaah untuk mau divaksin dan tetap menjaga protokol kesehatan. Nah, yang model gini kan kece bana-bana, ya nggak?
WACANA PROGRAM SERTIFIKASI KHATIB
Menteri agama terdahulu, bapak Lukman, sempat menggaungkan rencana program sertifikasi khatib salat Jumat. Seperti yang saya kutip dari Kompas.com, "banyak sekali yang menyampaikan kadang beberapa masjid, khatib (penceramah) lupa menyampaikan nasihat yang semestinya, kemudian isi khotobah malah menjelek-jelekkan suatu kelompok yang bertolak belakang dengan nasihat."
Yang jelas, satu harapan saya. Semoga para khotib yang bertugas dalam pelaksanaan salat Jumat, dapat lebih bijaksana menentukan tema khotbah. Kedepankan nasihat-nasihat yang berisi ajakan kebaikan, bukan yang memprovokasi apalagi menyampaikan berita bohong yang tentu saja sangat berbahaya.
Mana aminnya teman-teman?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H