Xu Sanguang menunjuk Yile. "Kalau kamu anak kandungku, kamulah anak yang paling aku sayangi." Hal.148.
Yile, yang saat itu berusia 11 tahun hanya bisa menangis dan memutuskan untuk pergi dan tidak mau kembali lagi ke rumah. Namun, sejatinya Xu Sanguang tidaklah benci kepadanya. Dia hanya merasa olokan masyarakat terhadap kerelaannya mengasuh anak yang bukan darah dagingnya sebagai satu hinaan yang sangat melukai harga dirinya.
* * *
Kisah Seorang Pedagang Darah besutan Yu Hua ini diterjemahkan dengan baik oleh Agustinus Wibowo. Novel yang settingnya menggambarkan masa Revolusi Kebudayaan ini cukup banyak menawarkan informasi-informasi yang menarik.
Misalnya saja, jika menjual darah sebegitu mudah dan menghasilkannya, kenapa banyak orang yang tidak mau melakukannya. Ternyata ada alasan-alasan yang mendasari. Nah ini juga dijelaskan kemudian di buku ini.
Saat itu "profesi" menjual darah juga belum umum. Walaupun untuk menjual darah tidak mudah -harus berdasarkan persetujuan Li Kepala Darah, namun tidak banyak juga orang yang mau menjual darahnya.
"Setelah jual darah, apa badan tidak menjadi soak?"
"Tidak mungkin," jawab Xu Sanguan. "Cuma kedua kaki jadi lemas, seperti waktu baru selesai turun dari badan perempuan." Hal.257.
Ini novel Yu Hua pertama yang aku baca. Selain novel ini, aku juga punya To Live yang menurut banyak orang jauh lebih bagus. Aku sengaja pilih baca buku itu belakangan ya kurang lebih, "save the best for last".
Namun, buku ini aja sudah sedemikian bagus. Dan, aku jadi gak sabar mau lanjut baca To Live setelah ini.
Oh ya, Kisah Seorang Pedagang Darah ini juga sudah diadaptasi ke sebuah film berjudul Chronicle of A Blood Merchant. Aku akan tonton film ini juga nanti.